Jumat, 11 Mei 2012

Penggadaian Syariah


A.  Gambaran umum mengenai pengadaian syariah

Perkembangan produk-produk yang berbasis syariah dibidang lembaga keuangan makin marak pada sekarang ini, tidak terkecuali dengan pengadaian. Perum penggadaian pun mengeluarkan produk yang berbasis syariah, yang mana sering disebut sebagai penggadaian syariah.  Penggadaian syariah memiliki karakteristik yang berbeda dengan penggadaian umum (Konvensional),  karakteristik tersebut sebagaimana yang tertera dalam prinsip syariah mengenai lembaga keuangan, yaitu tidak adanya praktik-praktik yang diharamkan dalam prinsip syariah seperti riba, gharar dan maisir.
Guna menghindari praktik-praktik yang diharamkan dalam prinsip Islam, maka dalam oprasional kegiatan penggadaian syariah menggunakan dua akad, yaitu :
1.    Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah.
2.    Akad Ijarah. Yaitu  akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan akad.
Dengan menggunakan kedua akad tersebut kegiatan usaha yang dijalanakan oleh penggadaian syariah dinilai dapat menghindari praktik-praktik yang diharamkan. Pada dasarnya Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/ Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional.
Sebagaimana halnya dengan intritusi yang berlabel syariah, maka konsep penggadaian syariah pun juga memiliki landasan yang mengacu pada syariah Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW serta diperkuat dengan dengan fatwa Dewan Syariah Nasional. Adapun landasan tersebut tertuang dalam  Al-Quran Surat Al Baqarah : 283 yang artinya sebagai berikut :” Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Serta dalam hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Jemaah kecuali Muslim dan Nasai-Bukhari :” Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda : Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki ( oleh yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya ( menjaga)nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya.
Dan kedua dalil diatas diperkuat dengan fatwa Dewan Syariah Nasional no 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut :
a.  Ketentuan Umum :
1.    Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
2.    Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.
3.    Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
4.    Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
5.    Penjualan marhun
a.  Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.
b.  Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi.
c.  Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
d.  Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin. 
b. Ketentuan Penutup
1.  Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2.    Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya. 




B.  Teknis pelaksanaan dilapangan

Dari landasan dasar konsep syariah, sebagaimana disebutkan diatas teknis pelaksanaan penggadaian syariah Melalui akad rahn dapat digambarkan, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Dari gambaran diatas dapat dilihat bahwasanya penggadaian syariah mendapatkan keuntungan dari biaya sewa tempat bagi barang yang digadaikan bukan dari tambahan berupa bunga ataupun tambahan dari pokok pinjaman yang dipinjam dari nasabah.
Untuk dapat memperoleh layanan dari Pegadaian Syariah, masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya ( emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf Penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan (jasa simpan) dan batas maksimal uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan berdasarkan harga pasar yang berlaku. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang.
Mengenai barang yang dapat digadaikan di penggadaian syariah pada kenyataannya saat ini hanyalah berupa perhiasan dan kendaraan bermotor. Dan pihak penggadaian tidak menerima yang berupa barang elektronik, hal tersebut dikarnakan kesulitan pemeliharaan barang tersebut. dalam artian karena barang elektronik tersebut bisa menjadi rusak karna lama tak digunakan.
Setelah melalui tahapan penaksiran harga barang yang digadaikan, Pegadaian Syariah dan nasabah melakukan akad dengan kesepakatan :
1.    Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum empat bulan.
2.    Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp 90,- (sembilan puluh rupiah) dari kelipatan taksiran Rp 10.000,- per 10 hari yang dibayar bersamaan pada saat melunasi pinjaman.
3.    Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Pegadaian pada saat pencairan uang pinjaman.

Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk :
·      melakukan penebusan barang/pelunasan pinjaman kapan pun sebelum jangka waktu empat bulan,
·      mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dahulu jasa simpan yang sudah berjalan ditambah bea administrasi,
·      atau hanya membayar jasa simpannya saja terlebih dahulu jika pada saat jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.

Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang atau hanya membayar jasa simpan, maka Pegadaian Syarian melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara dijual, selisih antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakan uang kelebihan yang menjadi hak nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk mengambil Uang kelebihan, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut, Pegadaian Syariah akan menyerahkan uang kelebihan kepada Badan Amil Zakat sebagai ZIS. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Laporan Keuangan Koperasi

  apa itu laporan keuangan ??? Laporan keuangan  sangat penting bagi koperasi. Laporan ini merupakan hal yang terkait dengan berjalannya k...