Rabu, 03 Juli 2013

SUKUK (OBLIGASI SYARIAH)


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latarbelakang Masalah
Dimasa dewasa ini banyak dari kalangan masyarakat yang menjalankan kegiatan inventasi. Dalam kegiatan investasi tersebut pada umumnya dikoordinasikan oleh suatu lembaga, yaitu bursa efek, yang mana dalam kegiatannya selalu diawasi oleh BAPEPAM. Dalam kegiatan investasi tersebut, sebagaimana yang kita ketahui bersama pada pasar modal terdapat beberapa instrument investasi yang sering digunakan sebagai alternatifi kegiatan investasi ini, yaitu Saham dan Obligasi.
Secara global, bagi orang-orang yang tak mementingkan unsur halal dan haram (Konvensional) tidaklah ada masalah dalam menjalankan kegiatan investasi ini. Namun, bagi kita kaum muslim tentu menjalankan suatu usaha ataupun kegiatan bisnis harus mempertimbangkan halal dan haramnya, sesuai dengan yang telah diatur dalam hukum Syara’ diantaranya dalam kegiatan tersebut harus terhindar dari unsur Riba, Judi, Gharar, dan Haram.
Oleh karena itu dalam terdapat beberapa produk Syariah dalam kegiatan investasi ini, seperti Saham Syariah dan Obligasi Syariah atau sering disebut dengan Sukuk. Adanya produk tersebut pada dasarnya untuk membantu para kaum muslim yang ingin ikut serta dalam kegiatan investasi  agar tidak terjerumus kedalam praktik-praktik yang diharamkan oleh hukum Syara’.
B.     Rumusan Masalah
Dari sedikit pemaparan rumusan masalah diatas, kami rasa perlu memberikan rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah sederhana ini, agar pembahasannya tidak menjadi terlalu luas dan lebih menjurus. Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini mengenai Obligasi Syariah atau yang dikenal dengan itilah Sukuk. Hal tersebut mencakup beberapa poin penting, diantaranya :
1.      Apa yang dimaksud dengan sukuk,
2.      Bagaimana karateristiknya,
3.      Dan siapa saja yang terlibat dalam penerbitan sukuk.
BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Sukuk
Sukuk berasal dari bahasa Arab yaitu sak (tunggal) dan sukuk (jamak) yang memiliki arti mirip dengan sertifikat atau note. Dalam pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti (claim) kepemilikan. Sementara itu, menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia No 32/DSN-MUI/IX/2002 sukuk adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah. Sukuk mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Sedangkan menurut Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) berpendapat lain mengenai arti sukuk. Menurut organisasi tersebut, sukuk adalah sebagai sertifikat dari suatu nilai yang direpresentasikan setelah penutupan pendaftaran, bukti terima nilai sertifikat, dan menggunakannya sesuai rencana. Sama halnya dengan bagian dan kepemilikan atas aset yang jelas, barang, atau jasa, atau modal dari suatu proyek tertentu atau modal dari suatu aktivitas inventasi tertentu.[1]
Pada prinsipnya sukuk mirip seperti obligasi konvensional dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa sejumlah tertentu asset yang menjadi dasar penerbitan sukuk dan adanya akad atau perjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah agara instrument keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir.
Sukuk bukan merupakan utang berbunga tetap, tetapi lebih merupakan penertaan dana (investasi) yang didasarkan pada prinsip bagi hasil jika menggunakan akad mudharabah dan musyarakah. Transaksinya bukan akad hutang piutang melainkan penyertaan.
  1. Dasar Hukum Sukuk (Obligasi Syariah)
a.       Al-Qur’an
Adapun dalil yang berkenaan dengan kebolehan Sukuk (obligasi syariah) penyusun sarikan dari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Berikut dalil-dalilnya:
1.      Firman Allah SWT, QS. Al-Ma’idah [5]:1:
يَاْاَيُّهَااَّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اَوْفُوْا بِاْلعُقُوْدِ
Hai orang – orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu
2.      Firman Allah SWT, QS. Al-Isra’ [17]: 34:
وَاَوْفُوْا بِاْلعَهْدِ اِنَّ اْلعَهْدَ كَانَ مَسْئُوْلاً
 “......dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.”
3.      Firman Q.S. al-Baqarah [2]: 275 :
šúïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ (#4qt/Ìh9$# Ÿw tbqãBqà)tƒ žwÎ) $yJx. ãPqà)tƒ Ï%©!$# çmäܬ6ytFtƒ ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºsŒ öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur yŠ$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkŽÏù šcrà$Î#»yz
“orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”


b.      Hadits
Hadis Nabi SAW yang digunakan sebagai dalil dasar sukuk ini ialah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Amar bin ‘Auf,
عن عمرو بن عوف المزاني قال رسول الله ص م : الصّلْح جائز بين الْمسلمين الا صلْحا حرّم حلالا أَو أَحلّ حراما والْمسلمون علَى شروطهِم إلا شرطا حرّم حلالا أو أحلّ حراما (رواه امام الترمذى)
“Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
  1. Qaidah Fikih:
Terdapat tiga kaidah yang digunakan, yaitu :
1.      Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”;
2.      “Kesulitan dapat menarik kemudahan”;
3.      الأصل فى العادات العفو فلا يحظر منه الا ما حرم الله
“Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat/ kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara (selama tidak bertentangan dengan syariah).”

  1. Pendapat Ulama’
Dengan mempertimbangkan beberapa dalil diatas, akhirnya dikeluarkanlah Fatwa dewan syari`ah Nasional No. 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Sukuk (Obligasi syari`ah) adalah surat berharga berjangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikelurkan emitten kepada pemegang obligasi syariah, tersebut berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.”
Karakteristik dan istilah sukuk merupakan pengganti dari istilah sebelumnya yang memggunakan istilah bond, dimana istilah bond mempunyai makna loan (hutang), dengan menambahkan Islamic maka kontradiktif maknanya karena biasanya yang mendasari mekanisme hutang (loan) adalah interest, sedangkan dalan Islam interest tersebut termasuk riba yang diharamkan. Untuk itu sejak tahun 2007 istilah bond ditukar dengan istilah Sukuk sebagaimana disebutkan dalam peraturanm di Bapepam LK.
Abu Hanifa dan muridnya Abu Yusuf memberikan pandangan bahwa penjualan sesuatu/properti yang belum diterima oleh si penjual namun sudah jelas keberadaan fisiknya (dapat dicek keberadaannya) adalah diperbolehkan. Maka dari sinilah pondasi instrument bernama sukuk di abad modern ini bermula.[2]

  1. Karakteristik dan Macam Sukuk (Obligasi Syariah)
a.       Karakteristik Sukuk
 Terdapat beberapa karakteristik mengenai sukuk, karakteristik tersebut adalah (Depkeu:2010),
1.      merupakan bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat,
2.      pendapatan berupa imbalan (kupon), marjin, dan bagi hasil, sesuai jenis aqad yang digunakan,
3.      terbebas dari unsur riba, gharar, dan maisir;
4.      penerbitannya melalui Special Purpose Vehicle (SPV),
5.      memerlukan underlying asset;
6.      dan, penggunaan proceds (hasil jual) harus sesuai prinsip syariah.
b.      Macam-macam Sukuk (Obligasi Syariah)
1.      Sukuk Ijarah
Adalah suatu sertifikat yang memuat nama pemilik nya (investor) dan melambangkan kepemilikan terhadap aset yang bertujuan untuk disewakan, atau kepemilikikan manfaat dan kepemilikan jasa sesuai jumlah efek yang dibeli denagn harapan mendapatkan keuntungan dari hasil sewa  yang berhasil direalisasikan berdasar transaksi ijarah.
Ketentuan akad ijarah sebagai berikut:
  • Objeknya dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak, tak bergerah, harta perdagangan) maupun berupa jasa
  • Manfaat dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan disepakati oleh kedua belah piahak.
  • Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan secara spesifik.
  • Penyewa harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk imbalan atau sewa/upah
  • Pemakaian manfaat harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh objek tetap terjaga
  • Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak.
Secara teknis, obligasi ijarah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
·         Investor dapat bertindak sebagai penyewa , sedangkan emiten dapat bertindak sebagai wakil investor.
·         Setelah investor memperoleh hak sewa, maka investor menyewakan kembali objek sewa tersebut kepada emiten.
2.      Obligasi syariah musyarakah
Adalah obligasi syariah yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad musyarakah di mana dua pihak atau lebih bekerja sama menggabungkan modal untuk pembangunan proyek baru, mengembangkan proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada atau membiayai kgiatan usaha.
3.      Obligasi syariah istishna’
Adalah obligasi syariah yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istishna’ di mana para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang.[3]
4.      Obligasi Syariah mudarabah
yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad mudarabah yang merupakan satu bentuk kerjasama, yang satu pihak menyediakan modal (rabb al-mal) dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian (mudarib), keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia modal.
c.       Pihak-pihak yang Terlibat dalam Penerbitan Sukuk
         Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan sukuk adalah (Depkeu:2010),
1.      Obligor, adalah pihak yang bertanggung jawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal sukuk sampai dengan sukuk jatuh tempo.
2.      Special Purpose Vehicle (SPV), adalah badan hukum yang didirikan khusus untuk penerbitan sukuk dengan fungsi: a. sebagai penerbit sukuk; b. menjadi counterpart (rekan/teman imbangan) dalam transaksi pengalihan aset; c. bertindak sebagai wali amanat (trustee) untuk mewakili kepentingan investor.
3.      Investor, adalah pemegang sukuk yang memiliki hak atas imbalan, margin, dan nilai nominal sukuk sesuai partisipasi masing-masing.[4]






BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Dari sedikit pemaparan pebahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya Sukuk (Obligasi Syariah) berasal dari bahasa Arab yaitu sak (tunggal) dan sukuk (jamak) yang memiliki arti mirip dengan sertifikat atau note. Dalam pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti (claim) kepemilikan. Sementara itu, menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia No 32/DSN-MUI/IX/2002 sukuk adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah. Sukuk mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Sukuk sendiri ialah salah satu produk proyek investasi syariah, yang menunjang keperluan kaum muslim untuk ikut serta dalam kegiatan investasi yang sesuai dengan aturan syara’ nan bebas dari hal-hal yang diharamkan, seperti Riba, Judi, dan Gharar. Untuk menghindari hal-hal tersebut digunakanlah akad-akad (perjanjian) yang jelas dalam praktiknya, sehingga terdapat empat macam sukuk ini, yaitu Sukuk Ijarah, Mudharabah, Istisna dan Musyarakah.









DAFTAR PUATAKA

3 komentar:

  1. terimakasih artikelnya sangat membantu kak untuk pembuatan makalah untuk matakuliah seminar akuntansi syariah, izin copy paste yah kak??

    BalasHapus
  2. Makasih kak , membantu sekali .

    BalasHapus
  3. Sukuk itu kata orang2 paling aman ya?
    tapi bagi hasilnya rendah juga yak
    kalo investasi macem ini di rekomendasikan ga ?
    (sorry link aktif bukan endorsan ato gimana, cuma nanya pendapat ajah)
    peer to peer lending yang aman

    BalasHapus

Laporan Keuangan Koperasi

  apa itu laporan keuangan ??? Laporan keuangan  sangat penting bagi koperasi. Laporan ini merupakan hal yang terkait dengan berjalannya k...