A.
Pendahuluan
Dalam kehidupan perekonomian, pastilah tidak terlepas dari tiga
kegiatan yaitu, produksi[1],
distribusi[2]
dan konsumsi[3]
dimana ketiganya saling terkait satu sama lainnya.
Produksi adalah sebuah proses yang terlahir di muka bumi ini
semenjak manusia menghuni planet ini. Produksi sangat prinsip dalam kelangsungan
hidup dan juga peradaban manusia dan bumi. Sesungguhnya produksi lahir dan
tumbuh dari menyatunya manusia dengan alam. Maka untuk menyatukan manusia dan
ala mini, Allah telah menetapkan bahwa manusia berperan sebagai khalifah. Bumi
adalah lapangan dan medan, sedang manusia adalah pengelola segala apa yang
diungkapkan oleh para ekonom tentang modal dan sistem yang tidak akan keluar
dari unsur kerja dan upaya manusia.
Al-Ghazali menguraikan faktor-faktor produksi dan fungsi produksi
dalam kehidupan manusia. Dalam uraiannya beliau sering menggunakan kata kasab
dan islah.[4]
Produksi barang-barang kebutuhan dasar secara khusus dipandang sebagai
kewajiban sosial (fard al kifayah). Jika sekelompok orang sudah
berkecimpung dalam memproduksi barang-barang tersebut dalam jumlah yang sudah
mencukupi kebutuhan masyarakat, maka kewajiban kaseleruhan masyarakat sudah
terpenuhi. Namun, jika tidak ada seorang pun yang melibatkan diri dalam kegiatan
tersebut atau jika jumlah yang diproduksi tidak mencukupi, maka semua orang
akan dimintai pertanggung jawaban diakhirat.[5]
Tanggung jawab
manusia sebagai khalifah adalah mengelola resources yang telah
disediakan oleh Allah secara efisien dan optimal agar kesejahteraan dan
keadilan dapat ditegakkan. Satu yang tidak boleh dan harus dihindari oleh
manusia adalah berbuat kerusakan dimuka bumi. Dengan demikian, segala macam
kegiatan ekonomi yang diajukan untuk mencari keuntungan tanpa berakibat pada
peningkatan utility atau nilai guna resource tidak disukai Islam.[6] Dr. Muhammad Rawwas Qalahji
memberikan padanan kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang
secara harfiyah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan
sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir
al-intaj dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan
menuntut adanya bantuan pengabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam
waktu yang terbatas). Pandangan Rawwas di atas mewakili beberapa definisi yang
ditawarkan oleh pemikir ekonomi lainnya.
Hal
senada juga diutarakan oleh Dr. Abdurrahman Yusro Ahmad dalam bukunya
Muqaddimah fi ‘Ilm al-Iqtishad al-Islamiy. Abdurrahman lebih jauh menjelaskan
bahwa dalam melakukan proses produksi yang dijadikan ukuran utamanya adalah
nilai manfaat (utility) yang diambil dari hasil produksi tersebut. Produksi
dalam pandangannya harus mengacu pada nilai utility dan masih dalam bingkai
nilai ‘halal’ serta tidak membahayakan bagi diri seseorang ataupun sekelompok
masyarakat. Dalam hal ini, Abdurrahman merefleksi pemikirannya dengan mengacu
pada Q.S An-Nahl: 69 “Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang
bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi
manusia”
Dari
pendapat pendapat diatas penulis dapat mendefinisikan bahwa produksi menurut Al
Quran adalah mengadakan atau mewujudkan sesuatu barang atau jasa yang bertujuan
untuk kemaslahatan manusia
Al-Qur’an dan Hadis sendiri menyebutkan beberapa ayat dan hadis yang
berkaitan dengan produksi, maka dalam makalah ini akan disebutkan dan
dijelaskan beberapa ayat dan hadis yang berkaitan dengan produksi tersebut.
B.
Al-Qur’an
Pada dasarnya terdapat beberapa ayat yang berkaitan dengan produksi
ini, diantara adalah:
1.
Surah
al-Nahl ayat 5-9
“Dan Dia telah
menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan
dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan. dan kamu memperoleh
pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan
ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan. dan ia memikul beban-bebanmu
ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan
kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. dan (dia telah menciptakan) kuda, bagal dan
keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. dan Allah
menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya. dan hak bagi Allah (menerangkan)
jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok. dan Jikalau Dia
menghendaki, tentulah Dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar)”
Secara umum ayat di atas
menggambarkan potensi dan manfaat sumber daya alam terutama yang berbentuk
bintang ternak dengan berbagai manfaat dan nilai bagi manusia. Di antara
manfaatnya adalah dimakan dagingnya, selain itu juga kulit, tulang, dan bulunya
binatang ternak itu dahulu berfungsi sebagai sarana transportasi dan alat
angkut.[7]
Tafsir
ayat:
Dia-lah Allah yang menciptakan
binatang ternak – diantaranya unta, kuda, sapi, dan lembu – yang paling sering
disebutkan dalam Al-Qur’an semata-mata untuk kemaslahatan kamu (manusia). Dalam
berbagai jenis binatang ternak itu ditemukan atau bahkan sejumlah (manfaat)
antaranya sebagai sarana penghangat atau pemanas di saat-saat mengalami
kedinginan di musim dingin. Dunia tekstil telah lama memproduksi pakaian maupun
alat-alat tidur yang terbuat dari bulu-bulu hewan. Disinilah terletak hikmah
dari penuturan Al-Qur’an dalam banyak hal benar-benar bersifat tafshili
(rinci dan detail). Termasuk di dalamnya ayat yang menjelaskan prihal fungsi
binatang yang tidak semata-mata dagingnya, tetapi juga yang lain-lainnya
sebagaimana dalam surah Al-Nahl ketika menjelaskan kegunaan binatang.[8]
Dan di dalam binatang-binatang ternak itu juga terdapat begitu
banyak keindahan yang sangat menyenangkan dan mengasyikan pemilik maupun
pengembalanya, terutama tatkala mereka mengamat-amatinya dengan penuh
penghayatan terhadap binatang ternak yang sehat, gemuk, berkulit bersih, dan
bersuara yang penuh isyarat dan makna.
Dan kamu (manusia) menjadikan binatang ternak (berkaki empat) itu
juga sebagai alat angkut, terutama dalam mengangkut barang-barang berat dalam
jumlah yang banyak yang tidak mampu dipikul manusia. Terutama dimasa-masa itu
Al-Qur’an diturunkan, hampir atau bahkan seluruh ekspedisi perdagangan mulai
dari domestic hingga mobilisasi ekspor-impor, semuana menggunakan alat angkut
hewan berkaki empat ini.
Dan diantara jenis binatang berkaki
empat itu adalah kuda, bagal, dan keledai, untuk difungsikan sebagai alat
angkut barang-barag, disamping sebagai perhiasan, bahkan lebih dari itu Allah
juga menciptakan binatang-binatang lain amupun fungsi-fungsi dari binatang itu
yang tidak diketahui manusia.[9]
2.
Surah Al-Nahl 65-69
“dan Allah
menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi
sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran).
dan Sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi
kamu. Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa)
susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang
yang meminumnya. dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang
memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan. dan
Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di
pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia", kemudian
makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang
telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang
bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi
manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda
(kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan”
Tafsir Ayat:
Menurut Ahmad Mushtafa Al-Maroghi
dalam tafsir Al-Maroghi, dalam ayat-ayat ini Allah menyajikan beberapa dalil
tauhid, mengingat ia merupakan poros segala permasalahan di dalam agama Islam
dan seluruh agama samawi. Maka diterangkan bahwa Dia telah menurunkan hujan
dari langit agar dengan hujan itu bumi yang tadinya mati menjadi hidup,
kemudian mengeluarkan susu dari binatang ternak, menjadikan khamar,cuka dan
manisan dari anggur dan buah kurma, serta mengeluarkan madu dari lebah yang di
dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan manusia. Seiring dengan penjelasan
itu, Allah menjelaskan bahwa Dia mengilhamkan kepada lebah agar membuat sarang
dan mencari rezekinya dari segala penjuru bumi.
Terdapat pula ayat-ayat lain yang
berkaitan dengan produksi, diantaranya Surah Al-Hadid ayat 25, Surah Al-Ambiya
Ayat 80, dan Surah Saba’ Ayat 10-11.[10]
C. Hadis
ـ حدَّثنا عثمانُ بنُ الهَيثمِ
أخبرَنا ابنُ جُريجٍ قال عمرُو بنُ دِينارٍ قال ابنُ عبَّاسٍ رضيَ اللّهُ عنهما
«كان ذو المَجازِ وعُكاظٌ مَتْجَرَ الناسِ في الجاهليةِ، فلما جاءَ الإِسلامُ
كأنَّهم كرِهوا ذلكَ حتى نزلَتْ: {ليس عليكم جُناحٌ أن تَبتغوا فضلاً مِن ربّكم} –
البقرة
“Menurut suatu
riwayat, pada zaman Jahiliyyah terkenal pasar-pasar bernama Ukadh, Mijnah dan
Dzul-Majaz. Kaum Muslimin merasa berdosa apabila berdagang di musim haji di
pasar itu. Mereka bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang hal itu. Maka
turunlah “Laisa ‘alaikum junahun an tabtaghu fadl-lan min rabbikum” (awal ayat
S. 2: 198) yang Membenarkan mereka berdagang di musim haji”[11]
حدثنا مُسَدَّدٌ أخبرنا عَبْدُ الْوَاحِدِ بنُ
زِيَادٍ أخبرنا الْعَلاَءَ بنُ المُسَيَّبِ أخبرنا أبُو أُمَامَةَ التَّيْمِيُّ ،
قال: «كُنْتُ رَجُلاً أُكْرِي في هذَا الْوَجْهِ وكَانَ نَاسٌ يَقُولُونَ إِنَّهُ
لَيْسَ لَكَ حَجٌّ، فَلَقِيتُ ابنَ عُمَرَ فَقُلْتُ: يَاأبَا عَبْدِ الرَّحْمنِ
إِنِّي رَجُلاً أُكْرِي في هذَا الْوَجْهِ وَإِنَّ نَاساً يَقُولُونَ إِنَّهُ
لَيْسَ لَكَ حَجٌّ، فَقال ابنُ عُمَرَ: أَلَيْسَ تُحْرِمُ وَتُلَبِّي، وَتَطُوفُ
بالْبَيْتِ، وَتُفَيضُ مِنْ عَرَفَاتٍ، وَتَرْمِي الْجِمَارَ؟ قال قُلْتُ: بَلَى، قال:
فإِنَّ لَكَ حَجًّا، جَاءَ رَجُلٌ إلَى النَّبيِّ صلى الله عليه وسلّم فَسَأَلَهُ
عَنْ مِثْلِ ما سَأَلْتَنِي عَنْهُ، فَسَكَتَ عَنْهُ رَسُولُ الله صلى الله عليه
وسلّم فَلَمْ يُجِبْهُ حَتَّى نَزَلَتْ هذِهِ الآيَةُ {لَيْسَ عَلَيْكُم جُنَاحٌ
أنْ تَبْتَغُوا فَضْلاً مِنْ رَبِّكُمْ} فأَرْسَلَ إِلَيْهِ رَسُولُ الله صلى الله
عليه وسلّم وَقَرَأَ عَلَيْهِ هذِهِ الآيَةَ وَقال: لَكَ حَجٌّ[12]
Menurut riwayat lain Abi Umamah at-Taimi
bertanya kepada Ibnu Umar tentang menyewakan kendaraan sambil naik haji. Ibnu
Umar menjawab: “Pernah seorang laki-laki bertanya seperti itu kepada Rasulullah
Saw yang seketika itu juga turun “Laisa ‘alaikum junahun an tabtaghu fadl-lan
min rabbikum”. Rasulullah Saw memanggil orang itu dan bersabda: “Kamu termasuk
orang yang menunaikan ibadah haji.”
D. Prinsip-prinsip
Produksi
Beberapa prinsip yang diperhatikan
dalam prduksi, antara lain dikemukakan Muhammad al-Mubarak, sebagai berikut:[13]
1. Dilarang memproduksi dan memperdagangkan komoditas yang
tercela karena bertentangan dengan syariah.
2. Di larang melakukan kegiatan produksi yang mengarah
kepada kedzaliman.
3. Larangan melakukan ikhtikar (penimbunan barang).
4. Memelihara lingkungan
E. Tujuan
Produksi
Menurut Nejatullah ash-Shiddiqi, tujuan
produksi sebagai berikut:[14]
1. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu secara wajar
2. Pemenuhan kebutuhan keluarga
3. Bekal untuk generasi mendatang
4. Bantuan kepada masyarakat dalam rangka beribadah kepada
Allah.
F. Faktor-faktor Produksi[15]
1. Tanah dan segala potensi ekonomi di anjurkan al-Qur’an
untuk di olah dan tidak dapat dipisahkan dari proses produksi.
2. Tenaga kerja terkait langsung dengan tuntutan hak milik
melalui produksi.
3. Modal, manajemen dan tekhnologi.
G. Etika
Produksi dalam Islam
1.
Peringatan
Allah akan kekayaan alam.
2.
Berproduksi
dalam lingkaran yang Halal. Sendi utamanya dalam berproduksi adalah bekerja,
berusaha bahkan dalam proses yang memproduk barang dan jasa yang toyyib,
termasuk dalam menentukan target yang harus dihasilkan dalam berproduksi.
3.
Etika mengelola sumber daya alam dalam berproduksi dimaknai
sebagai proses menciptakan kekayaan dengan memanfaatkan sumber daya alam harus
bersandarkan visi penciptaan alam ini dan seiring dengan visi penciptaan
manusia yaitu sebagai rahmat bagi seluruh alam.
4.
Etika dalam berproduksi memanfaatkan kekayaan alam juga
sangat tergantung dari nilai-nilai sikap manusia, nilai pengetahuan, dan
keterampilan. Dan bekerja sebagai sendi utama produksi yang harus dilandasi
dengan ilmu dan syari’ah islam.
5.
Khalifah di
muka bumi tidak hanya berdasarkan pada aktivitas menghasilkan daya guna suatu
barang saja melainkan Bekerja dilakukan dengan motif kemaslahatan untuk mencari
keridhaan Allah Swt.
Namun secara umum etika dalam islam tentang muamalah
Islam, maka tampak jelas dihadapan kita empat nilai utama, yaitu rabbaniyah,
akhlak, kemanusiaan dan pertengahan. Nilai-nilai ini menggambarkan kekhasan
(keunikan) yang utama bagi ekonomi Islam, bahkan dalam kenyataannya merupakan
kekhasan yang bersifat menyeluruh yang tampak jelas pada segala sesuatu yang
berlandaskan ajaran Islam. Makna dan nilai-nilai pokok yang empat ini memiliki
cabang, buah, dan dampak bagi seluruh segi ekonomi dan muamalah Islamiah di
bidang harta berupa produksi, konsumsi, sirkulasi, dan distribusi.
H. Modal
dalam Al Qur’an
Dalam pandangan Al qur’an, uang
merupakan modal serta salah satu faktor produksi yang penting, tapi bukan yang
terpenting. Manusia menduduki tempat diatas modal disusul dengan sumber daya
alam. Modal tidak boleh diabaikan,manusia berkewajiban menggunakannya agar
terus produktif dan tidak habis digunakan. Karena itu seoarang wali yang
menguasai harta orang orang yang tidak atau belum mampu mengurus hartanya agar
mengembangkan harta yang berada di dalam kekuasaanya dan membiayai kebutuhan
pemiliknya yang tidak mampu itu,dari keuntungan perputaran modal,bukan dari
pokok modal. Ini di pahami dari redaksi surat An Nisa ayat 5:
“Dan janganlah kamu serahkan
kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam
kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka
belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka
kata-kata yang baik.”
Orang yang belum sempurna akalnya
ialah anak yatim yang belum balig atau orang dewasa yang tidak dapat mengatur
harta bendanya.
I.
Simpulan
produksi menurut Al Quran adalah mengadakan atau mewujudkan
sesuatu barang atau jasa yang bertujuan untuk kemaslahatan manusia, dan Etika dalam berproduksi yaitu sebagai
berikut:
1. Peringatan
Allah akan kekayaan alam.
2. Berproduksi
dalam lingkaran yang Halal.
3. Etika mengelola
sumber daya alam
4. Etika dalam
berproduksi harus dilandasi dengan ilmu dan syari’ah islam.
Manusia menduduki tempat diatas
modal disusul dengan sumber daya alam. Modal tidak boleh diabaikan, manusia
berkewajiban menggunakannya agar terus produktif dan tidak habis digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Karim , Adi Warman, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2007), Ed. 3.
Muhammad. Amin Suma, Tafsir Ayat Ekonomi Teks, Terjemah, dan
Tafsir, (Jakarta: AMZAH, 2013), Cet. I.
Mardani, Ayat-ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2014), Ed. 1.
Mawardi, Ekonomi Islam, (Pekanbaru: Alaf Riau: 2007).
Badroen.
Faisal, dkk.. Etika Bisnis dalam Islam. (Jakarta: UIN Jakarta Press,
2005).
Al- Bukhari, Ash-
Shahih al-bukhari, (Mesir: dar al-fikr,1993)
Sunan Abu Daud,
(Mesir: dar al-fikr, 1990)
[1] Produksi adalah kegiatan menambah faedah
(kegunaan) suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat
dalam memenuhi kebutuhan
[2] Distribusi
merupakan setiap tindakan atau usaha yang dilakukan baik oleh orang atau
lembaga yang ditujukan untuk menyalurkan barang-barang dan jasa-jasa dari
produsen ke konsumen
[3] Konsumsi
merupakan tindakan pemenuhan kebutuhan atau tindakan menghabiskan dan atau
mengurangi nilai guna suatu barang atau jasa
[4] Kasab adalah
usaha fisik yangdikerahkan manusia dan islah adalah upaya manusia untuk
mengelola dan mengubah sumber-sumber daya yang tersedia untuk memperoleh
manfaat yang lebih tinggi. (Adi Warman Karim, Ekonomi Mikro Islam, hal. 102)
[5] Adi. Warman
Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007),
Ed. 3, Hal. 102.
[6] Ibid,
h. 103.
[7] Muhammad. Amin
Suma, Tafsir Ayat Ekonomi Teks, Terjemah, dan Tafsir, (Jakarta: AMZAH,
2013), Cet. I, h. 97.
[8] dan Allah
menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi
kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa
ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya
pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan
perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu).(Q.S Al-Nahl : 80)
[9] Muhammad. Amin Suma, Tafsir Ayat Ekonomi
Teks, Terjemah, dan Tafsir, Ibid, h. 98-101.
[10] Mardani,
Ayat-ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), Ed. 1, h.
100.
[12] Abu daud, sunan abu daud, hal 158
[14] Ibid, h. 67-68
[15] Ibid, h. 69-72
izin copy mas
BalasHapusizin copy mas
BalasHapus