A. PENDAHULUAN
Dalam
dunia ekonomi, wacana kewirausahaan adalah suatu bidang yang sangat
berkaitan erat dengan wacana ekonomi itu sendiri. Kewirausahaan adalah
proses mengidentifikasi, mengembangkaan, dan membawa visi ke dalam
kehidupan. Visi tersebut bisa berupa ide inovatif, peluang, cara yang
lebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasil akhir dari proses tersebut
adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi resiko atau
ketidakpastian. Kewirausahaan memiliki arti yang berbeda-beda antar para
ahli atau sumber acuan karena berbeda-beda titik berat dan
penekanannya. Richard Cantillon (1775), misalnya, mendefinisikan
kewirausahaan sebagai bekerja sendiri (self-employment).
Seorang wirausahawan membeli barang saat ini pada harga tertentu dan
menjualnya pada masa yang akan datang dengan harga tidak menentu. Jadi
definisi ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang menghadapi resiko
atau ketidakpastian. Berbeda dengan Cantillon, menurut Penrose (1963)
kegiatan kewirausahaan mencakup indentfikasi peluang-peluang di dalam
sistem ekonomi sedangkan menurut Harvey Leibenstein (1968, 1979)
kewirausahaan mencakup kegiatan yang dibutuhkan untuk menciptakan atau
melaksanakan perusahaan pada saat semua pasar belum terbentuk atau belum
teridentifikasi dengan jelas, atau komponen fungsi produksinya belum
diketahui sepenuhnya. Orang yang melakukan kegiatan kewirausahaan
disebut wirausahawan.[1]
Adapun dalam makalah ini khusus membahas tentang kewirausahaan menurut teori Schumpeter.
B. TEORI SCHUMPETER TENTANG KEWIRAUSAHAAN
Secara etimologi, kewirausahaan berasal dari kata wira dan usaha. Wira
berarti pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur,
gagah berani dan berwatak agung. Usaha adalah perbuatan amal, bekerja,
dan berbuat sesuatu. Jadi wirausaha adalah pejuang atau pahlawan yang berbuat sesuatu.[2] Sedangkan dalam istilah “entrepreneur” berasal dari perkataan bahasa Perancis dan secara harfiah berarti perantara (Bahasa Inggris: Between-taker atau go-Between).
Pada abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 para entrepreneur seringkali
tidak dibedakan dengan kelompok manajer dan kelompok pengusaha terutama
dipandang dari sudut perspektif ekonomi.[3]
Richard
T. Elly dan Ralph H.Hess, yang dikutip oleh Winardi, menyatakan bahwa
secara singkat seorang entrepreneur mengorganisasi dan mengoperasikan
sebuah perusahaan untuk mencapai keuntungan pribadi. Ia membayar
harga-harga yang berlaku untuk bahan-bahan yang digunakannya di dalam
perusahaannya, misalnya untuk penggunaan tanah, di mana perusahaannya
didirikan untuk sejumlah jasa-jasa pribadi yang dimanfaatkannya dan
untuk modal yang digunakannya (modal pinjaman). Kemudian ia
menyumbangkan inisiatifnya, keterampilannya, serta upayanya dalam hal
merencanakan, mengorganisasi, dan mengorganisasi dan mengelola
perusahaannya. Ia menghadapi kemungkinan rugi atau laba sehubungan
dengan kejadian-kejadian yang tidak diduga semula dan yang tidak dapat
dikendalikannya.
Sisa
bersih (netto) dari penghasilan tahunan perusahaannya setelah dikurangi
semua biaya yang dikeluarkan menjadi laba atau ruginya. Pada
pertengahan abad ke-20, muncullah pandangan tentang seorang entrepreneur
sebagai seorang innovator (orang yang menemukan hal-hal baru/inovasi).[4]
Dalam
beberapa dasawarsa pertama abad ini, dari segolongan kecil ahli ekonomi
yang menumpahkan perhatian mereka terhadap masalah pembangunan, Joseph
Schumpeter adalah yang paling terkemuka. Teorinya mengenai pembangunan
ekonomi dikemukakan untuk pertama kalinya dalam salah satu bukunya yang
terkenal, yaitu: The Theory of Economic Development, yang
diterbitkan dalam tahun 1911 dan ditulis dalam bahasa Jerman. Baru pada
tahun 1934 buku tersebut diterbitkan dalam bahasa Inggeris. Sejak
ditebitkannya buku tersebut Schumpeter mengembangkan
lebih lanjut teorinya mengenai proses pembangunan dan faktor utama yang
menentukan pembangunan ekonomi , dan teorinya yang lebih lengkap
mengenai pembangunan ekonomi dikemukakan dalam buku: Business Cycle yang diterbitkan pada tahun 1939.
Salah satu pendapat Schumpeter yang
penting, yang selanjutnya merupakan landasan bagi teori pembangunannya,
adalah keyakinannya bahwa sistem kapitalisme merupakan sistem yang
paling baik untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang pesat. Tetapi
walaupun demikian, dalam jangka panjang Schumpeter memberikan ramalan
yang sangat pesimistik mengenai proses pembangunan, yaitu sistem
kapitalisme akhirnya akan mengalami keadaan tidak berkembang atau stagnation.
Jadi pendapat Schumpeter tidak berbeda dengan pandangan kebanyakan ahli
ekonomi Klasik, yang juga meramalkan bahwa dalam jangka panjang proses
pembangunan ekonomi akan mengalami keadaan yang demikian.[5]
Joseph
Alois Schumpeter tidak sependapat dengan pandangan ahli-ahli ekonomi
Klasik yang menganggap bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu proses
yang bersifat gradual dan yang berjalan secara harmonis. Menurut
pendapatnya pertambahan dalam pendapatan Negara dari masa ke masa
perkembangannya sangat tidak stabil dan keadaanya
ditentukan oleh besarnya kemungkinan untuk menjalankan pembentukan
modal yang menguntungkan yang akan dilakukan oleh para pengusaha.
Ketidakstabilan ini berarti bahwa dalam proses pembangunan ekonomi,
kemakmuran dan depresi akan timbul secara silih berganti. Pada suatu
masa tertentu perekonomian akan mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja
yang tinggi dan pada masa lainnya pengangguran yang serius mungkin
terjadi. Pandangan Schumpeter ini sangat bersamaan dengan yang
dikemukakan oleh Marx, yang juga berpendapat bahwa perkembangan ekonomi
tidak selalu harmonis dan lancar, melainkan selalu mengalami
kemundurna-kemunduran di tengah-tengah kemajuan-kemajuan yang terjadi.
Tetapi persamaan pendapat mereka hanya terbatas pada aspek tersebut,
karena dalam berbagai persoalan lain pandangan kedua-dua ahli ekonomi
tersebut sangat berbeda sama sekali dan sangat bertentangan satu sama
lain. Misalnya, Schumpeter sangat yakin bahwa system kapitalisme adalah
lebih baik daripada system komunisme, sedangkan Marx berpendapat
sebaliknya.[6]
Teori Schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha di dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi.
Dalam teori itu ditunjukkan bahwa para pengusaha merupakan golongan
yang akan terus menerus membuat pembaruan atau inovasi dalam kegiatan ekonomi.
Inovasi tersebut meliputi: memperkenalkan barang-barang baru,
mempertinggikan efisiensi dalam memproduksikan sesuatu barang,
memperluas pasar sesuatu barang ke pasaran-pasaran yang baru,
mengembangkan sumber bahan mentah yang baru dan mengadakan
perubahan-perubahan dalam organisasi perusahaan dengan tujuan
mempertinggi efisiensinya.
Di
dalam mengemukakan teori pertumbuhannya Schumpeter memulai analisisnya
dengan memisalkan bahwa perekonomian sedang dalam keadaan tidak
berkembang. Tetapi keadaan ini tidak akan berlangsung lama. Pada waktu
keadaan tersebut berlaku segolongan pengusaha menyadari tentang berbagai
kemungkinan untuk mengadakan inovasi yang menguntungkan. Didorong oleh
keinginan memperoleh keuntungan dari mengadakan pembaruan tersebut,
mereka akan meminjam modal dan melakukan penanaman modal. Inovasi yang
baru ini akan meninggikan tingkat kegiatan ekonomi Negara.
Maka pendapatan masyarakat akan bertambah dan tingkat konsumsi menjadi
bertambah tinggi. Kenaikan tersebut akan mendorong perusahaan-perusahaan
lain untuk menghasilkan lebih banyak barang dan melakukan penanaman
modal baru. Maka menurut Schumpeter, investasi boleh dibedakan dalam dua
golongan, penanaman modal outonomi dan penanaman modal terpengaruh. Penanaman modal outonomi adalah penanaman modal yang ditimbulkan oleh kegiatan ekonomi
yang timbul sebagai akibat kegiatan inovasi. Sedangkan penanaman modal
terpengaruh adalah penanaman modal modal yang dilakukan sebagai akibat
dari adanya kenaikan dalam produksi, pendapatan, penjualan, atau
keuntungan perusahaan-perusahaan. Dari kedua jenis penanaman modal
tersebut, penanaman modal terpengaruh adalah yang lebih besar jumlahnya.[7]
Menurut
Joseph Alois Schumpeter , perekonomian persaingan sempurna yang berada
dalam keseimbangan mantap (tak ada laba, tidak ada suku bunga, tidak ada
tabungan, tidak ada investasi, tidak ada pengangguran terpaksa).
Keseimbangan ini ditandai "arus sirkuler". Pembangunan adalah perubahan
yang spontan dan terputus-putus pada saluran-saluran arus sirkuler
tersebut, gangguan terhadap keseimbangan yang selalu mengubah dan
mengganti keadaan keseimbangan yang ada sebelumnya. Unsur utama
pembangunan adalah inovasi dan pengusaha merupakan tokoh kunci di dalam
analisa Schumpeter. Pengusaha adalah inovator.[8]
Menurut
Schumpeter makin tinggi tingkat kemajuan sesuatu perekonomian makin
terbatas kemungkinan untuk mengadakan inovasi. Maka pertumbuhan ekonomi
akan menjadi bertambah lambat jalannya. Pada akhirnya akan tercapai
tingkat “keadaan tidak berkembang” atau stationary state. Akan
tetapi , berbeda dengan pandangan Klasik, dalam pandangan Schumpeter
tingkat keadaan tidak berkembang itu dicapai pada tingkat pembangunan
yang tinggi. (Dalam pandangan Klasik dijelaskan bahwa tingkat tersebut
dicapai pada waktu perekonomian telah berada kembali di tingkat )
pendapatan cukup hidup, yaitu pada tingkat pendapatan yang sangat
rendah.[9]
Joseph Schumpeter mengemukakan pandangannya;
“Fungsi
para entrepreneur adalah mengubah atau merevolusionerkan pola produksi
dengan jalan memanfaatkan sebuah penemuan baru (invention) atau secara
lebih umum, sebuah kemungkinan teknologikal untuk memproduksi sebuah
komoditi baru, atau memproduksi sebuah komoditi lama dengan cara baru,
membuka sebuah sumber suplai bahan-bahan baru, atau suatu cara
penyaluran baru atau mereorganisasi sebuah industri baru”.[10]
Schumpeter
berkeyakinan bahwa pembangunan ekonomi terutama diciptakan oleh
inisiatif dari golongan pengusaha yang inovatif atau golongan entrepreneur,
yaitu golongan masyarakat yang mengorganisasi dan menggabungkan
faktor-faktor produksi lainnya untuk menciptakan barang-barang yang
diperlukan masyarakat. Mereka merupakan golongan masyarakat yang
menciptakan inovasi atau pembaharuan dalam perekonomian.
Pembaharuan-pembaharuan yang dapat diciptakan oleh para pengusaha.
Sebagai
pencipta pembaharuan kegiatan para pengusaha harus dibedakan dengan
kegiatan seorang pemimpin perusahaan dan pemilik modal. Pemimpin
perusahaan (manager) hanya memimpin kegiatan memproduksi dalam suasana struktur organisasi dan teknik memproduksi yang
tidak berubah. Sedangkan para pengusaha terutama berusaha menciptakan
pembaharuan dan perbaikan atas kegiatan-kegiatan ekonomi yang telah ada.
Hanya apabila pemimpin perusahaan melaksanakan pula
pembahruan-pembaharuan, mereka dapat digolongkan sebagai pengusaha yang
inovatif atau entrepreneur. Begitu pula pemilik modal tidak dapat
disamakan dengan pengusaha, karena pemilik modal hanya menyediakan
modal sedangkan pengusaha merupakan orang yang menggunakan modal
tersebut untuk menciptakan pembaharuan dalam perekonomian. Akhirnya,
kegiatan pengusaha perlu pula dibedakan dengan kegiatan
penyelidik-penyelidik ilmiah yang secara terus menerus berusaha
menemukan barang-barang yang baru atau yang lebih baik, proses produksi
yang baru atau organisasi perusahaan yang lebih efisien. Penemuan yang
mereka ciptakan (invention) belum merupakan pembaharuan (innovation)
dalam masyarakat dan belum merupakan pula pembangunan ekonomi selama
belum ada usaha untuk menggunakan penemuan tersebut dalam kegiatan untuk
memproduksikan barang-barang yang diperlukan masyarakat. Fungsi yang
demikian dilakukan oleh para pengusaha. Dengan demikian, para penyelidik
ilmiah fungsinya hanya terbatas kepada menemukan barang baru, barang
yang lebih baik mutunya, proses produksi yang baru dan sebagainya.
Penemuan-penemuan tersebut merupakan pembaharuan
yang potensial. Mereka memerlukan tindakan para pengusaha untuk
mengumpulkan modal dan faktor-faktor produksi lainnya untuk menciptakan pembaharuan
yang sebenarnya. Maka menurut pendapat Schumpeter penemuan baru,
walaupun merupakan syarat yang perlu, tetapi merupakan syarat yang belum
cukup untuk menciptakan pembaharuan dan pembangunan ekonomi.
Pembaharuan, dan selanjutnya pembangunan ekonomi, baru tercipta apabila
penemuan-penemuan baru yang terjadi digunakan oleh para pengusaha untuk
menciptakan pembaharuan-pembaharuan di dalam perekonomian.
Perubahan-perubahan yang sangat mengurangi peranan para pengusaha dapat
dibedakan dalam tiga golongan. Pertama, perkembangan ekonomi akan
menyebabkan kegiatan pembaharuan dan pengembangan teknologi telah
menjadi peristiwa yang rutin. Tugas mengembangkan hal tersebut akan
dilakukan oleh orang-orang yang khusus ditugaskan untuk melakukan hal
tersebut, yang dipekerjakan oleh perusahaan-perusahaan. Dengan demikian
kegiatan pembaharuan sekarang merupakan kegiatan rutin yang dilakukan
oleh perusahaan-perusahaan besar yang dipimpin oleh pimpinan perusahaan
yang sangat terdidik. Kedua, pembangunan ekonomi akan menghancurkan
rangka dasar institusionil system kapitalisme, yaitu modernisasi akan
menciptakan perusahaan-perusahaan raksasa yang
dipimpin oleh pimpinan perusahaan professional. Mereka ini kebanyakan
mempunyai sikap sebagai pegawai dan bukan sebagai pengusaha yang
inovatif. Sedangkan para pemegang saham, yang menjadi pemilik
perusahaan, sangat terpisah dari kegiatan sehari-hari perusahaan dan
dengan demikian tidak mampu menyumbangkan pikiran untuk mengembangkan
perusahaan tersebut. Akhirnya, pembangunan ekonomi akan menyebabkan
system politik dan pemerintahan yang menjadi dasar dari sistem
kapitalisme –yaitu system kerajaan dan tuan tanah—mengalami kehancuran
dan digantikan oleh system pemerintahan dan politik yang dikuasai oleh
saudagar, pemilik modal dan industrialis.
Di
samping ketiga-tiga faktor penting di atas terdapat pula faktor lain
yang akan membantu kehancuran kapitalisme, yaitu timbulnya kritik
terhadap system sosial yang ada. Kritik tersebut terutama datang dari
cendikiawan, yang jumlahnya berkembang dengan sangat pesat sebagai
akibat dari perkembangan pendidikan. Di samping itu dalam system
kapitalisme akan tercipta pula persatuan-persatuan buruh, yang akan
menjadi rekan kaum cendekiawan untuk mengkritik dan menghancurkan system
kapitalisme. Akhirnya, faktor lain yang menghancurkan system
kapitalisme adalah pengaruh dari perkembangan pemikiran rasional dalam
kehidupan keluarga, yaitu anggota keluarga menjadi bertambah sedikit dan
mengurangi keinginan untuk menciptakan dinasti keluarga. Akibatnya
keinginan untuk mengumpulkan harta bertambah lemah dan selanjutnya
mengurangi keinginan para pengusaha untuk menciptakan pembaharuan.
Padahal kegiatan pembaharuan yang dilakukan oleh para pengusaha akan
mempertinggi pendapatan masyarakat dan menaikkan tingkat konsumsi
mereka. Kenaikan tersebut akan mendorong perusahaan-perusahaan lain
untuk memperbesar tingkat produksinya dan mengadakan penanaman modal
baru.[11]
C. PENUTUP
Demikian sekilas uraian tentang teori Joseph Alois Schumpeter dalam dunia entrepreneurship
atau kewirausahaan yang bisa pemakalah simpulkan bahwa J.A.Schumpeter
berpandangan proses pembangunan ekonomi merupakan suatu proses
peningkatan dan penurunan kegiatan ekonomi yang berjalan secara silih
berganti. Dalam proses ini tingkat keseimbangan yang baru akan selalu
berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada tingkat keseimbangan
sebelumnya. Meramalkan mengenai proses pertumbuhan dalam system
kapitalisme, Schumpeter berpendapat bahwa roses pertumbuhan tersebut
pada akhirnya akan menciptakan suatu keadaan tidak berkembang atau
stagnasi. Tetapi keadaan tidak berkembang tersebut tidaklah seburuk
seperti yang digambarkan oleh kaum Klasik. Schumpeter berkeyakinan bahwa
pembangunan ekonomi terutama diciptakan oleh inisiatif dari golongan
pengusaha yang inovatif atau golongan entrepreneur, yaitu
golongan masyarakat yang mengorganisasi dan menggabungkan faktor-faktor
produksi lainnya untuk menciptakan barang-barang yang diperlukan
masyarakat. Mereka merupakan golongan masyarakat yang menciptakan
inovasi atau pembaharuan dalam perekonomian.
DAFTAR PUSTAKA
Tulisan Kasmir, “Ciri-Ciri Wirausaha”, 2007, dalam Http://id.wikipedia.org/wiki/Kewirausahaan.
J.Winardi, Entrepreneur dan Entrepreneurship. Jakarta, PT RajaGrafindo, 2008.
Sadono Sukirno, Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan. Jakarta, Lembaga Penerbit FE-UI dengan Bima Grafika, 1985.
Sadono Sukirno, Pengantar Teori Makro Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001.