BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang Masalah
Dimasa dewasa
ini banyak dari kalangan masyarakat yang menjalankan kegiatan inventasi. Dalam
kegiatan investasi tersebut pada umumnya dikoordinasikan oleh suatu lembaga,
yaitu bursa efek, yang mana dalam kegiatannya selalu diawasi oleh BAPEPAM. Dalam
kegiatan investasi tersebut, sebagaimana yang kita ketahui bersama pada pasar
modal terdapat beberapa instrument investasi yang sering digunakan sebagai alternatifi
kegiatan investasi ini, yaitu Saham dan Obligasi.
Secara global,
bagi orang-orang yang tak mementingkan unsur halal dan haram (Konvensional) tidaklah
ada masalah dalam menjalankan kegiatan investasi ini. Namun, bagi kita kaum
muslim tentu menjalankan suatu usaha ataupun kegiatan bisnis harus
mempertimbangkan halal dan haramnya, sesuai dengan yang telah diatur dalam hukum
Syara’ diantaranya dalam kegiatan tersebut harus terhindar dari unsur Riba,
Judi, Gharar, dan Haram.
Oleh karena
itu dalam terdapat beberapa produk Syariah dalam kegiatan investasi ini,
seperti Saham Syariah dan Obligasi Syariah atau sering disebut dengan Sukuk. Adanya
produk tersebut pada dasarnya untuk membantu para kaum muslim yang ingin ikut
serta dalam kegiatan investasi agar
tidak terjerumus kedalam praktik-praktik yang diharamkan oleh hukum Syara’.
B.
Rumusan Masalah
Dari sedikit
pemaparan rumusan masalah diatas, kami rasa perlu memberikan rumusan masalah
yang akan dibahas dalam makalah sederhana ini, agar pembahasannya tidak menjadi
terlalu luas dan lebih menjurus. Rumusan masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini mengenai Obligasi Syariah atau yang dikenal dengan itilah Sukuk. Hal
tersebut mencakup beberapa poin penting, diantaranya :
1.
Apa yang dimaksud dengan sukuk,
2.
Bagaimana karateristiknya,
3.
Dan siapa saja yang terlibat dalam penerbitan
sukuk.
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian Sukuk
Sukuk berasal dari
bahasa Arab yaitu sak (tunggal) dan sukuk (jamak) yang memiliki
arti mirip dengan sertifikat atau note. Dalam pemahaman praktisnya,
sukuk merupakan bukti (claim) kepemilikan. Sementara itu, menurut fatwa
Majelis Ulama Indonesia No 32/DSN-MUI/IX/2002 sukuk adalah suatu surat berharga
jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada
pemegang obligasi syariah. Sukuk mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan
kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin/fee, serta
membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Sedangkan menurut
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions
(AAOIFI) berpendapat lain mengenai arti sukuk. Menurut organisasi tersebut,
sukuk adalah sebagai sertifikat dari suatu nilai yang direpresentasikan setelah
penutupan pendaftaran, bukti terima nilai sertifikat, dan menggunakannya sesuai
rencana. Sama halnya dengan bagian dan kepemilikan atas aset yang jelas,
barang, atau jasa, atau modal dari suatu proyek tertentu atau modal dari suatu
aktivitas inventasi tertentu.[1]
Pada prinsipnya sukuk mirip seperti obligasi
konvensional dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep
imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi
pendukung (underlying transaction) berupa sejumlah tertentu asset yang menjadi
dasar penerbitan sukuk dan adanya akad atau perjanjian antara para pihak yang
disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus
distruktur secara syariah agara instrument keuangan ini aman dan terbebas dari
riba, gharar dan maysir.
Sukuk bukan merupakan utang berbunga tetap, tetapi
lebih merupakan penertaan dana (investasi) yang didasarkan pada prinsip bagi
hasil jika menggunakan akad mudharabah dan musyarakah. Transaksinya bukan akad
hutang piutang melainkan penyertaan.
- Dasar Hukum Sukuk (Obligasi Syariah)
a.
Al-Qur’an
Adapun
dalil yang berkenaan dengan kebolehan Sukuk (obligasi syariah) penyusun sarikan
dari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Berikut dalil-dalilnya:
1. Firman Allah SWT, QS.
Al-Ma’idah [5]:1:
يَاْاَيُّهَااَّلَّذِيْنَ
ءَامَنُوْا اَوْفُوْا بِاْلعُقُوْدِ
Hai orang – orang yang
beriman, penuhilah akad-akad itu
2. Firman Allah SWT, QS.
Al-Isra’ [17]: 34:
وَاَوْفُوْا بِاْلعَهْدِ
اِنَّ اْلعَهْدَ كَانَ مَسْئُوْلاً
“......dan penuhilah
janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.”
3. Firman Q.S.
al-Baqarah [2]: 275 :
úïÏ%©!$# tbqè=à2ù't (#4qt/Ìh9$# w tbqãBqà)t wÎ) $yJx. ãPqà)t Ï%©!$# çmäܬ6ytFt ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºs öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur y$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkÏù crà$Î#»yz
“orang-orang
yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
b. Hadits
Hadis Nabi SAW yang digunakan sebagai dalil dasar sukuk ini ialah hadits
yang diriwayatkan oleh ‘Amar bin ‘Auf,
عن عمرو بن عوف المزاني قال رسول الله ص م : الصّلْح
جائز بين الْمسلمين الا صلْحا حرّم حلالا أَو أَحلّ حراما والْمسلمون علَى شروطهِم
إلا شرطا حرّم حلالا أو أحلّ حراما (رواه امام الترمذى)
“Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin
kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram;
dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
- Qaidah Fikih:
Terdapat
tiga kaidah yang digunakan, yaitu :
1.
Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”;
2.
“Kesulitan dapat menarik kemudahan”;
3.
الأصل فى العادات العفو
فلا يحظر منه الا ما حرم الله
“Sesuatu
yang berlaku berdasarkan adat/ kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku
berdasarkan syara (selama tidak bertentangan dengan syariah).”
- Pendapat Ulama’
Dengan mempertimbangkan beberapa dalil diatas,
akhirnya dikeluarkanlah Fatwa dewan syari`ah Nasional No. 32/DSN-MUI/IX/2002,
tentang Sukuk (Obligasi syari`ah) adalah surat berharga berjangka panjang
berdasarkan prinsip syariah yang dikelurkan emitten kepada pemegang obligasi
syariah, tersebut berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana
obligasi pada saat jatuh tempo.”
Karakteristik dan istilah sukuk merupakan pengganti
dari istilah sebelumnya yang memggunakan istilah bond, dimana istilah bond
mempunyai makna loan (hutang), dengan menambahkan Islamic maka kontradiktif
maknanya karena biasanya yang mendasari mekanisme hutang (loan) adalah
interest, sedangkan dalan Islam interest tersebut termasuk riba yang diharamkan.
Untuk itu sejak tahun 2007 istilah bond ditukar dengan istilah Sukuk
sebagaimana disebutkan dalam peraturanm di Bapepam LK.
Abu
Hanifa dan muridnya Abu Yusuf memberikan pandangan bahwa penjualan
sesuatu/properti yang belum diterima oleh si penjual namun sudah jelas
keberadaan fisiknya (dapat dicek keberadaannya) adalah diperbolehkan. Maka dari
sinilah pondasi instrument bernama sukuk di abad modern ini bermula.[2]
- Karakteristik dan Macam Sukuk (Obligasi Syariah)
a.
Karakteristik Sukuk
Terdapat beberapa karakteristik mengenai sukuk,
karakteristik tersebut adalah (Depkeu:2010),
1.
merupakan bukti kepemilikan suatu aset berwujud
atau hak manfaat,
2.
pendapatan berupa imbalan (kupon), marjin, dan
bagi hasil, sesuai jenis aqad yang digunakan,
3.
terbebas dari unsur riba, gharar, dan maisir;
4.
penerbitannya melalui Special Purpose
Vehicle (SPV),
5.
memerlukan underlying asset;
6.
dan, penggunaan proceds (hasil jual)
harus sesuai prinsip syariah.
b.
Macam-macam Sukuk (Obligasi Syariah)
1.
Sukuk Ijarah
Adalah
suatu sertifikat yang memuat nama pemilik nya (investor) dan melambangkan
kepemilikan terhadap aset yang bertujuan untuk disewakan, atau kepemilikikan
manfaat dan kepemilikan jasa sesuai jumlah efek yang dibeli denagn harapan
mendapatkan keuntungan dari hasil sewa yang berhasil direalisasikan
berdasar transaksi ijarah.
Ketentuan akad ijarah sebagai berikut:
- Objeknya dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak, tak bergerah, harta perdagangan) maupun berupa jasa
- Manfaat dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan disepakati oleh kedua belah piahak.
- Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan secara spesifik.
- Penyewa harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk imbalan atau sewa/upah
- Pemakaian manfaat harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh objek tetap terjaga
- Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak.
Secara teknis, obligasi ijarah dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu:
·
Investor dapat bertindak sebagai penyewa ,
sedangkan emiten dapat bertindak sebagai wakil investor.
·
Setelah investor memperoleh hak sewa, maka
investor menyewakan kembali objek sewa tersebut kepada emiten.
2.
Obligasi syariah musyarakah
Adalah obligasi syariah yang diterbitkan
berdasarkan perjanjian atau akad musyarakah di mana dua pihak atau lebih
bekerja sama menggabungkan modal untuk pembangunan proyek baru, mengembangkan
proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada atau membiayai kgiatan usaha.
3.
Obligasi syariah istishna’
Adalah obligasi syariah yang diterbitkan
berdasarkan perjanjian atau akad istishna’ di mana para pihak menyepakati jual
beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang.[3]
4. Obligasi Syariah mudarabah
yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan
perjanjian atau akad mudarabah yang merupakan satu bentuk kerjasama,
yang satu pihak menyediakan modal (rabb al-mal) dan pihak lain
menyediakan tenaga dan keahlian (mudarib), keuntungan dari kerjasama
tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya.
Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia modal.
c. Pihak-pihak
yang Terlibat dalam Penerbitan Sukuk
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan sukuk adalah (Depkeu:2010),
1.
Obligor, adalah pihak yang bertanggung jawab
atas pembayaran imbalan dan nilai nominal sukuk sampai dengan sukuk jatuh
tempo.
2.
Special Purpose Vehicle (SPV),
adalah badan hukum yang didirikan khusus untuk penerbitan sukuk dengan fungsi:
a. sebagai penerbit sukuk; b. menjadi counterpart (rekan/teman imbangan)
dalam transaksi pengalihan aset; c. bertindak sebagai wali amanat (trustee)
untuk mewakili kepentingan investor.
3.
Investor, adalah pemegang sukuk yang memiliki
hak atas imbalan, margin, dan nilai nominal sukuk sesuai partisipasi
masing-masing.[4]
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Dari sedikit
pemaparan pebahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya Sukuk (Obligasi
Syariah) berasal dari bahasa Arab yaitu sak (tunggal)
dan sukuk (jamak) yang memiliki arti mirip dengan sertifikat atau note.
Dalam pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti (claim) kepemilikan. Sementara
itu, menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia No 32/DSN-MUI/IX/2002 sukuk adalah
suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang
dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah. Sukuk mewajibkan emiten
untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin/fee,
serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Sukuk sendiri ialah
salah satu produk proyek investasi syariah, yang menunjang keperluan kaum
muslim untuk ikut serta dalam kegiatan investasi yang sesuai dengan aturan
syara’ nan bebas dari hal-hal yang diharamkan, seperti Riba, Judi, dan Gharar. Untuk
menghindari hal-hal tersebut digunakanlah akad-akad (perjanjian) yang jelas
dalam praktiknya, sehingga terdapat empat macam sukuk ini, yaitu Sukuk Ijarah,
Mudharabah, Istisna dan Musyarakah.
DAFTAR PUATAKA
[1] http://www.reksadanasyariah.net/2008/08/pengertian-sukuk-ritel-syariah.html. Jum,at 21, Desember 2012. 10:30 Wita.
[2] http://chinguonline.blogspot.com/2010/11/sukuk-dan-persyaratan-investor.html. Kamis, 20 Desember 2012. 13:15 Wita.
[3] http://angga.blog.esaunggul.ac.id/2012/04/08/obligasi-syariah.
Kamis, 20, Desember 2012. 13:40 Wita.
[4]http://mas-roisku-muslimblogspotcom.blogspot.com/2010/09/obligasi-syariah-sukuk.html. Kamis, 20 Desember 2012. 14:03 Wita.
terimakasih artikelnya sangat membantu kak untuk pembuatan makalah untuk matakuliah seminar akuntansi syariah, izin copy paste yah kak??
BalasHapusMakasih kak , membantu sekali .
BalasHapusSukuk itu kata orang2 paling aman ya?
BalasHapustapi bagi hasilnya rendah juga yak
kalo investasi macem ini di rekomendasikan ga ?
(sorry link aktif bukan endorsan ato gimana, cuma nanya pendapat ajah)
peer to peer lending yang aman