Dalam arti sempit pembiayaan adalah pendanaan yang dilakukan oleh
lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada nasabah.
Pembiayaan secara luas berarti pendanaan yang dikeluarkan untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun
dikerjakan oleh orang lain.
Secara definitif, konsumsi adalah kebutuhan individual meliputi kebutuhan
baik barang maupun jasa yang tidak dipergunakan untuk tujuan usaha.
Dengan demikian yang dimaksud pembiayaan konsumtif adalah jenis
pembiayaan yang diberikan untuk tujuan diluar usaha dan umumnya bersifat
perorangan.
Tujuan pembiayaan adalah untuk meningkatkan perekonomian umat;
tersedianya dana untuk peningkatan usaha; meningkatkan produktivitas; membuka
lapangan kerja baru dan terjadi distribusi pendapatan.
Fungsi pembiayaan adalah meningkatkan daya guna uang; meningkatkan
daya guna barang; meningkatkan peredaran uang; menimbulkan semangat berusaha;
stabilitas ekonomi dan sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional.
Pembiayaan konsumtif adalah
pembiayaan yang dipergunakan untuk membeli barang-barang konsumsi seperti :
1.
Pembelian
sepeda motor
2.
Pembelian
komputer, laptop
3.
Pembelian
mesin cuci, kulkas, televisi
4.
Dan
segala macam barang konsumsi yang tidak dilarang syariah
Pembiayaan komsutif diperlukan oleh
pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan
primer (pokok atau dasar) dan kebutuhan sekunder.
Kebutuhan primer adalah kebutuhan
pokok, baik berupa barang, seperti makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal,
maupun berupa jasa, seperti pendidikan dasar dan pengobatan.
Adapun kebutuhan sekunder adalah
kebutuhan tambahan, yaitu secara kuantitatif maupun kualitatif lebih tinggi
atau lebih mewah dari kebutuhan primer, baik berupa barang, seperti makanan dan
minuman, pakaian/perhiasan, bangunan rumah, kendaraan, dan sebagainya, maupun
berupa jasa, seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, pariwisata, hiburan, dan
sebagainya.
Pada umumnya, bank konvensional
membatasi pemberian kredit untuk pemenuhan barang tertentu yang dapat disertai
dengan bukti kepemilikan yang sah, seperti rumah dan kendaraan bermotor, yang
kemudian menjadi barang jaminan utama (main collateral).
Adapun untuk pemenuhan kebutuhan
jasa, bank meminta jaminan berupa barang lain yang dapat diikat sebagai collateral.
Sumber pembayaran kembali atas pembiayaan tersebut berasal dari sumber
pendapatan lain dan bukan dari eksploitasi barang yang di biayai dari fasilitas
ini.
Pembiayaan konsumtif merupakan
bagian dari pembiayaan mikro. Kelebihannya jika masyarakat Indonesia dalam
usaha mikro nya bisa meningkatkan performance mereka, maka mereka akan
mendapatkan keuntungan.
Maka secara tidak langsung kita ikut
meningkatkan perekonomian bangsa Indonesia. Dikarenakan efek multiplayernya
lebih cepat dibandingkan dengan memberi pembiayaan kepada sektor besar.
Sebagai contoh kita punya dana Rp. 1
Milyar dan kita melakukan pembiayaan sebesar satu juta rupiah per orang,
berarti seribu orang yang bisa kita bantu.
Keuntungannya adalah melayani
masyarakat berpenghasilan rendah dengan plafon yang sangat fleksibel; bentuk
agunan (jaminan) yang fleksibel dan jaminan non traditional.
Secara umum pembiayaan yang
dilakukan Perbankan Syariah hanya diberikan kepada nasabah pengelola dana yang
telah memiliki usaha yang baru akan dirilis.
Jenis pembiayaan konsumen berdasarkan kepemilikannya:
1.
Perusahaan
pembiayaan konsumen yang merupakan anak perusahaan dari pemasok.
2.
Perusahaan
pembiayaan konsumen yang merupakan satu group usaha dengan pemasok.
3.
Perusahaan
pembiayaan konsumen yang tidak mempunyai kaitan kepemilikan dengan pemasok.
Menurut jenis akadnya dalam pembiayaan syariah, pembiayaan
konsumtif dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu :
1.
Pembiayaan
Konsumen Akad Murabahah
Pembiayaan murabahah dalam istilah fiqh ialah akad jual beli atas
barang tertentu dalam transaksi jual beli tersebut, penjual menyebutkan dengan
jelas barang yang diperjualbelikan termasuk harga pembelian dan keuntungan yang
di ambil. Murabahah dalam teknis perbankan adalah akad jual beli antara bank
selaku penyedia dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang.
2.
Pembiayaan
Konsumen Akad IMBT
Pembiayaan sewa beli adalah akad sewa suatu barang antara bank
dengan nasabah, dimana nasabah diberi kesempatan untuk membeli objek sewa pada
akhir akad atau dalam dunia usaha dikenal dengan finance lease. Harga
sewa dan harga beli ditetapkan bersama diawal perjanjian.
Dalam pembiayaan ini yang menjadi objek sewa disyaratkan harus
barang yang bermanfaat dan dibenarkan oleh syariat dan nilai dari manfaat dapat
diperhitungkan atau diukur. Pembiayaan sewa beli ini dapat dilakukan dengan
cara, lembaga pembiayaan atau perusahaan leasing yang berdasarkan syariah Islam
membeli aset yang akan dibeli oleh nasabah, setelah terbeli maka lembaga
tersebut menyewakan aset itu dalam jangka waktu dan harga yang ditentukan dalam
perjanjian kedua belah pihak.
3.
Pembiayaan
Konsumen Akad Ijarah
Sewa atau ijarah dapat dipakai sebagai bentuk pembiayaan,
pada mulanya bukan merupakan bentuk pembiayaan, tetapi merupakan aktivitas
usaha seperti jual beli. Individu yang membutuhkan pembiayaan untuk membeli
aset dapat mendatangi pemilik dana untuk membiayai pembelian aset produktif.
Pemilik dana kemudian membeli barang dimaksud dan kemudian menyewakannya kepada
yang membutuhkan aset tersebut.
4.
Pembiayaan
Konsumen Akad Istishna’
Di aplikasikan dalam bentuk pembiayaan manufaktur, industri
kecil-menengah dan konstruksi. Dalam pelaksanaannya pembiayaan istishna dapat
dilakukan dengan dua cara, yakni pihak produsen ditentukan oleh bank atau pihak
produsen ditentukan oleh nasabah. Pelaksanaan salah satu dari kedua cara
tersebut harus ditentukan dimuka dalam akad berdasarkan persetujuan kedua belah
pihak.
5.
Pembiayaan
Konsumen Akad Qard + Ijarah
Qardh
merupakan pinjaman kebajikan tanpa imbalan, biasanya untuk pembelian barang –
barang yang dapat diperkirakan dan diganti sesuai berat, ukuran dan jumlahnya.
Objek dari pinjaman qardh adalah uang atau alat tukar
lainnya yang merupakan transaksi pinjaman murni tanpa bunga ketika peminjam
mendapatkan uang tunai dari pemilik dana dan hanya wajib mengembalikan pokok
utang pada waktu tertentu di masa yang akan datang.
Peminjam atas prakarsa sendiri dapat mengembalikan lebih besar
sebagai ucapan terima kasih. Pinjaman qardh biasanya diberikan oleh bank
kepada nasabahnya sebagai fasilitas pinjaman talangan pada saat nasabah
mengalami over-draft. Fasilitas ini dapat merupakan bagian dari satu paket
pembiayaan lain untuk memudahkan nasabah bertransaksi.
Bank syariah dapat menyediakan pembiayaan komersil untuk pemenuhan
kebutuhan barang konsumsi dengan menggunakan skema berikut ini:
1.
Al-bai’
bi tsaman ajil (salah satu
bentuk murabahah) atau jual beli dengan angsuran.
Pembiayaan
untuk membeli barang dengan cicilan. Syarat-syarat dasar dari produk ini hampir
sama dengan pembiayaan murabahah. Perbedaan diantara keduanya terletak pada
cara pembayaran, dimana pada pembiayaan murabahah pembiayaan ditunaikan setelah
berlangsungnya akad, sedangkan pada pembiayaan -bai’ bi tsaman ajil cicilan
baru dilakukan setelah nasabah penerima barang mampu memperlihatkan hasil
usahanya.
2.
Al-ijarah
al-muntahia bit-tamlik atau
sewa beli.
3.
Al-musyarakah
mutanaqhishah atau descreasing
participation, di mana secara bertahap bank menurunkan jumlah
partisipasinya.
4.
Ar-rahn
untuk memenuhi
kebutuhan jasa.
Untuk membantu
nasabah dalam pembiayaan kegiatan multiguna. Rahn sebagai produk pinjaman,
berarti bank hanya memperoleh imbalan atas penyimpanan, pemeliharaan, asuransi
dan administrasi barang yang digadaikan.
Pembiayaan konsumsi tersebut di atas lazim digunakan untuk
pemenuhan kebutuhan sekunder. Adapun kebutuhan primer pada umumnya tidak dapat
dipenuhi dengan pembiayaan komersil.
Seseorang yang belum mampu memenuhi kebutuhan pokoknya tergolong
fakir atau miskin. Oleh karena itu, ia wajib diberi zakat atau sedekah, atau
maksimal diberikan pinjaman kebajikan (al-qardh al-hasan), yaitu
pinjaman dengan kewajiban pengembalian pinjaman pokoknya saja, tanpa imbalan
apapun.
Dalam
menetapkan akad pembiayaan konsumtif, langkah-langkah yang perlu dilakukan bank
adalah sebagai berikut :
1.
Apabila
kegunaan pembiayaan yang dibutuhkan nasabah adalah untuk kebutuhan konsumtif
semata, harus dilihat dari sisi apakah pembiayaan tersebut berbentuk pembelian
barang atau jasa.
2.
Jika
untuk pembelian barang tersebut berbentuk ready stock atau goods in
process. Jika ready stock, pembiayaan yang diberikan adalah
pembiayaan murabahah. Namun, jika berbentuk goods in process, yang harus
dilihat berikutnya adalah dari sisi apakah prosesbarang tersebut memerlukan
waktu di bawah 6 bulan atau lebih. Jika dibawah 6 bulan, pembiayaan yang
diberikan adalah pembiayaan salam. Jika proses barang tersebut memerlukan waktu
lebih dari 6 bulan, pembiayaan yang diberikan adalah istishna’.
3.
Jika
pembiayaan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan nasabah di bidang
jasa, pembiayaan yang diberikan adalah ijarah.
ALUR PENETAPAN
AKAD KONSUMTIF
Berdasarkan ada
atau tidaknya bank lain yang turut serta dalam memberikan pembiayaan kepada
nasabah yang sama, bank dapat mengklasifikasikan pembiayaan kedalam dua bentuk,
yakni :
1.
Pembiayaan
Sindikasi
2.
Pembiayaan
Non Sindikasi
Adapun persyaratan untuk pembiayaan
konsumtif yaitu:
Persyaratan umum:
1.
Pembiayaan
yang diberikan maksimum adalah 70% dari
harga
2.
Maksimum
masukan nasabah adalah sebagai berikut:
a.
THP
s/d 2,5 X UMP (Upah Minimum Provinsi) max 33% dari THP setiap bulannya.
b.
THP
> 2,5 X UMP s.d 15 juta max 40% dari THP setiap bulannya
c.
THP
> 15 juta max 50% dari THP setiap bulannya
3.
Angsuran
tetap selama masa pembiayaan.
Dokumen umum yang perlu dilengkapi:
1.
Form
pengajuan pembiayaan yang ditandatangani nasabah dan pasangan
2.
Copy
KTP suami & istri
3.
Copy
surat nikah
4.
Copy
kartu keluarga
5.
Copy
NPWP dan SPT tahunan terakhir
Untuk karyawan:
1.
Copy
SK pengangkatan pegawai
2.
Copy
semua buku rekening tabungan mutasi enam bulan terakhir
3.
Slip
gaji tiga bulan terakhir
4.
Surat
keterangan (rekomendasi) dari perusahaan
Untuk wiraswasta:
1.
Laporan
penjualan dan keuntungan selama 2 tahun terakhir
2.
Izin
– izin usaha
Persyaratan lainnya tergantung pada
bank yang mengeluarkan pembiayaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
A. Karim, Adiwarman, 2006, BANK ISLAM Analisis Fiqih dan
Keuangan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Ascarya, 2008, Akad
& Produk Bank Syariah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar