Selasa, 26 April 2016

(BACA dan TELAAH)Politik Nasional Hukum Legislasi Hukum Ekonomi Syariah


1.       baca dan telaah tulisan tersebut. (lihat: politik hukum)
2.      Memberikan komentar terkait diskursus agama resmi Negara, hukum islam sebagai hukum Negara dan keberpihakan politik hukum nasional terhadap hukum islam, termasuk hukum ekonomi islam didalamnya
3.      Berikan uraian perihal “kelembagaan” ekonomi syariah dan “materi perundang-undangan” yang berkaitan dengan ekonomi syariah. Apakah kedua hal tersebut telah mendapat dukungan yang positif dari Negara ?

Diskursus Agama Negara :
            Memang tidak ada aturan yang menyatakan agama resmi Negara di Indonesia, namun ada beberapa agama yang diakui seperti, Islam, Protestan, Katholik, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu. Sebagaimana terdapat dalam Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 Tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama pada pasal 1. Dengan adanya Penetapan Presiden tersebut bukan berarti menutup adanya kepercayaan-kepercayaan lain yang ada.
            Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28E ayat 1 menbutkan bahwa “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. . . .”, pada ayat 2 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28 I ayat 1 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya juga pada Pasal 29 ayat 2 juga menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.
            Jadi pada dasarnya tak ada penetapan suatu Agama yang resmi Negara di Indonesia, meainkan hanya sekedar pengakuan 6 agama yang dianut masyarakat kebanyakannya di Indonesia dan mayoritas masyarakat kita (Indonesia) ialah pemeluk Agama Islam.
Hukum Islam sebagai Hukum Negara :
            Sebagaimana kita ketahui dari sejarah, dalam pembentukan dasar Negara dalam siding BPUPKI pada tanggal 22 Juni 1945 , bahwa delapan dari Sembilan orang panitianya ialah muslim, sehingga menghasilkan lima butir dsar Negara yang disebut sebagai PANCASILA. Salah satu poin tersebut (yang pertama) ialah “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluk-Nya” meskipun pada akhirnya poin tersebut dirubah menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa” karena adanya ancaman dari Indonesia bagian timur yang mayoritas non muslim (beragama Kristen) akan memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesis (NKRI).
            Dari sana sudah terlihat adanya indikasi-indikasi untuk menjadi Hukum Islam sebagai Hukum Negara, meskipun tidak termaktub dalam Undang-Undang/Aturan dasar Negara, namun didalamnya terkandung ajaran-ajaran/aturan Hukum Islam.
keberpihakan politik hukum nasional terhadap hukum islam :
            Politik Hukum Indonesia dalam hal pembangunan hukum nasional, pada awalnya masih dipengaruhi oleh teori receptie yang dikembangkan oleh Snock Horgronye. (1857-1936) . Pengaruh teori receptie ini masih melekat pada masa awal kemerdekaan atau pada masa pemerintahan orde lama, bahkan sampai pada masa pemerintahan orde baru (1967-1998). Pada masa Orde Baru ini konsep pembangunan hukum diarahkan pada konsep kesatuan hukum nasional, dimana hukum agama (Islam) yang dianut mayoritas rakyat Indonesia tidak dengan serta merta dapat dijadikan sebagai hukum yang berlaku. Beberapa hukum Islam untuk diangkat menjadi materi hukum membutuhkan kerja keras dari umat Islam, meskipun sebenarnya hukum itu hanya diberlakukan bagi pemeluknya. Namun pada masa orde baru teori receptie ini mulai berkurang pengaruhnya terbukti dengan telah diterimanya hukum Islam ( perdata dan muamalat ) sebagai hukum positif di Indonesia. Dalam perkembangan hukum di Indonesia, terutama yang menyangkut perkembangan penerapan hukum Islam, mengalami pasang surut mengikuti arah politik yang ada.
            adanya hubungan yang cukup baik antara umat Islam dengan Negara pada paruh kedua masa Orde Baru, sedikit demi sedikit hukum Islam diberi tempat dalam tata hukum Nasional, dimulai dengan lahirnya undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Dengan adanya pemberlakuan Hukum Islam di bidang muamalat, maka Hukum Islam dalam bidang muamalat telah mendapat tempat dalam dalam hukum Nasional Indonesia.
Kelembagaan Ekonomi Syariah :
            Kelembagaan yang menunjang perkembangan Ekonomi Syariah ialah dengan adanya Peradilan Agama sebagai Institusi kekuasaan kehakiman yang diberikan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa Ekonomi Syariah, selain itu adanya Badan Arbitrase Syariah dan juga adanya Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang berlaku sebagai penjaga agar Lembaga-lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang ada tidak keluar dari koridor prinsip Syariah.
Materi perundang-undangan :
            sejak berdirinya Bank Syariah (Bank Muamalat pada tahun 1992) pertama kalinya, meskipun belum ada Undang-Undang yang mengatur secara tegas, namun pada saat itu ditahun yang sama pemerintah mengeluarkan Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Meskipun undang-undang ini belum secara tegas mengatur tentang keberadaan Perbankan Syariah, namun fungsi regulasi pemerintah dalam sektor ekonomi syariah sudah dimulai. Akibat dari sistem perangkat hukum yang tidak memberikan kebebasan bagi Perbankan Syariah sehingga pergerakannya begitu lambat tidak secepat perbankan konvensional.
            Ketika diterbitkannya undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang diikuti dengan dikeluarkannya sejumlah ketentuan pelaksanaan dalam bentuk SK Direksi Bank Indonesia atau peraturan Bank Indonesia, maka dengan itu memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan ruang yang lebih luas bagi pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia. Namun isi dari undang-undang tersebut memungkinkan Bank Umum untuk menjalankan usahanya secara konvensional sekaligus dapat melakukannya berdasarkan prinsip syariah (Unit Usaha Syariah “UUS”), dengan begitu bank syariah yang menjadi unit bank konvensional tidak dapat berdiri sendiri, operasinya masih menginduk kepada bank konvensional,. Bila demikian adanya perbankan syariah hanya menjadi saah satu bagian dari program pengembangan bank-bank konvensional saja.
            Tepat pada tanggal 16 Juli 2008 diberlakukanlah undang-undang No. 21 tentang Perbankan Syariah. Dengan adanya undang-undang ini yang mengatur secara tegas dan jelas akan perbankan syariah, maka pengembangan industry perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi.
            Selain Undang-undang tertang Perbankan Syariah, juga terdapat materi undang-undang lain yang menyangkut dengan dukungan pemerintah  dalam pengembangan Ekonomi Syariah seperti, Undang-undang No. 19 tahun tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah, Undang-undang No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Undang-undang No.7 Tahun 1989 sebagaimana diberbaharui dengan Undang-Undang  Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang  Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, Undang-Undang  41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan berbagai ketentuan paraturan perundang-undangan lainnya.

Secara umum, mulai dari pendekatan politik, landasan hukum, efektifitas pengawasan, dan kelembagaannya, perbankan Syariah telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, khususnya dalam pembukaan Bank Syariah. Bank Indonesia telah menyediakan regulasi yang cukup memadai untuk pendirian baru, konversi, dan membolehkan bank konvensional membuka unit usaha Syariah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Laporan Keuangan Koperasi

  apa itu laporan keuangan ??? Laporan keuangan  sangat penting bagi koperasi. Laporan ini merupakan hal yang terkait dengan berjalannya k...