Rabu, 10 September 2014

"WAKALAH"


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Melihat kehidupan sekarang perlu kiranya kita mengetahui akad dalam muammalah yang sekarang ini akan kita bahas adalah wakalah (perwakilan), yang semuanya itu sudah ada dan diatur dalam al Qur’an, Hadits, maupun dalam kitab-kitab klasik yang telah dibuat oleh ulam terdahulu. Untuk mengetahui tentang hukm wakalah, sumber-sumber hukum wakalah, dan bagaimana seharusnya wakalah diaplikasikan dalam kehidupan kita.
Wakalah sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena wakalah dapat membantu seesorang dalam melakukan pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh orang tersebut, tetapi pekerjaan tersebut masih tetap berjalan seperti layaknya yang telah direncanakan. Hukum wakalah adalah boleh, karena wakalah dianggap sebagai sikap tolong-menolong antar sesama, selama wakalah tersebut bertujuan kepada kebaikan.


B.     Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat kita rumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian wakalah dan dasar hukumnya?
2.      Apa saja rukun-rukun dalam wakalah?
3.      Bagaimana praktek wakalah di masyarakat?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian wakalah dan dasar hukumnya!
2.       Untuk mengetahui apa saja rukun-rukun dalam wakalah!
3.      Untuk mengetahui bagaimana praktek wakalah di masyarakat!






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Secara bahasa kata al-Wakalah atau al-wikalah berarti al-Tafwidh (penyerahan, pendelegasian dan pemberian mandat) seperti perkataan :usanku kepada Allah
و كلت أمرى الى الله أى فو ضته اليه
Artinya: “aku serahkan urusanku kepada Allah”.
Secara terminologi (syara’) sebagaimana dikemukakan oleh fukaha:
1.      Imam Taqy al-Din Abu Bakr Ibn Muhammad al-Husaini
تفويض ما له فعله مما يقبل النيا بة الى غيره ليحفظه فى حال حياته
Artinya: “menyerahkan suatu pekerjaan yang dapat digantikan kep[ada orang lain agar dikelola dan dijaga pada masa hidupnya”.

2.      Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie
“Akad penyerahan kekuasaan dimana pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai gantinya untuk bertindak”.

Dari dua definisi diatas dapat ditari kesimpulan bahwa Wakalah adalah sebuah transaksi dimana seseorang menunjuk orang lain untuk menggantikan dalam mengerjakan pekerjaannya/perkaranya ketika masih hidup.
Dalam Wakalah sebenarnya pemilik urusan (muwakkil) itu dapat secara sah untuk mengerjakan pekerjaannya secara sendiri. Namun, karena satu dan lain hal urusan itu ia serahkan kepada orang lain yang dipandang mampu untuk menggantikannya. Oleh karena itu, jika seorang (muwakkil) itu ialah orang yang tidak ahli untuk mengerjakan urusannya itu seperti orang gila atau anak kecil maka tidak sah untuk mewakilkan kepada orang lain. Contoh Wakalah, seseorang mewakilkan kepada orang lain untuk bertindak sebagai wali nikah dalam pernikahan anak perempuannya. Contoh lain seorang terdakwa mewakilkan urusan kepada pengacaranya.[1]

B.     Landasan Hukum
Islam mensyariatkan Wakalah karena manusia membutuhkannya. Manusia tidak mampu untuk mengerjakan segala urusannya secara pribadi. Ia membutuhkan orang lain untuk menggatikan yang bertindak sebagai wakilnya. Kegiatan Wakalah ini, telah dilakukan oleh orang terdahulu seperti yang dikisahkan oleh al-Qur’an tentang ashabul kahfi, dimana ada seorang diantara mereka diutus untuk mengecek keabsahan mata uang yang mereka miliki ratusan tahun di dalam gua.
a.       Al-Qur’an
Salah satu dasar dibolehkannya al-Wakalah adalah sebagaimana dalam firman Allah SWT berikut:
قا ل اجعلنى على خزا ئن الاء رض  انى حفيظ عليم
Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman.” (Yusuf: 55)
Dalam hal ini, nabi Yusuf siap untuk menjadi wakil dan pengemban amanah menjaga Federal Reserve negeri Mesir.
Dalam surat al-Kahfi juga menjadi dasar al-Wakalah yang artinya berikut:
“Dan demikianlah Kami bangkitkan mereka agar saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkata salah seorang diantara mereka agar saling bertanya, ‘Sudah berapa lamakah kamu berdiri di sini?’ Mereka menjawab, ‘Kita sudah berada di sini satu atau setengah hari.’ Berkata yang lain, ‘Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada di sini. Maka, suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik dan hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorang pun.” (al-Kahfi: 19).
Ayat di atas menggambarkan perginya salah seorang ash-habul kahfi yang bertindak untuk dan atas nama rekan-rekannya sebagai wakil mereka dalam memilih dan membeli makanan.[2]
b.      Ijma’
Ulama membolehkan Wakalah karena Wakalah dipandang sebagai bentuk tolong menolong atas dasar kebaikan dan taqwa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Maaidah ayat 2 :

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu tolong menolong dalam mengerjakan dosa dan permusuhan dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya siksa Allah sangat pedih”.[3]
c.       Hadits
ان رسول الله صلى الله عليه وسلم بعث اب رافع ورجلا من الا نصار فزو جاه ميمو نة بنت الحارث                                              
Bahwasanya Rasulullah saw. mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk mewakilinya mengawini Maimunah binti Harits.”
Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah telah mewakilkan kepada orang lain untuk berbagai urusan. Diantaranya membayar utang, mewakilkan penetapan had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-lain.[4]
C.    Rukun dan Syarat Wakalah
Rukun Wakalah adalah:
a)      al muwakkil (orang yang mewakilkan/ melimpahkan kekuasaan)
b)      al wakil ( orang yang menerima perwakilan)
c)      al muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan)
d)     Sighat  ( ucapan serah terima)
Sebuah akad Wakalah dianggap syah apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1)      Orang yang mewakilnya (muwakkil) syaratnya dia berstatus sebagai pemilik urusan/benda dan menguasainya serta dapat bertindak terhadap harta tersebut dengan dirinya sendiri. Jika muwakkil itu bukan pemiliknya atau bukan orang yang ahli maka batal. Dalam hal ini, maka anak kecil dan orang gila tidak sah menjadi muwakkil karena tidak termasuk orang yang berhak untuk bertindak.
2)      Wakil (orang yang mewakili) syaratnya ialah orang berakal. Jika ia idiot, gila, atau belum dewasa maka batal. Tapi menurut Hanafiyah anak kecil yang cerdas (dapat membedakan mana yang baik dan buruk) sah menjadi wakil alasannya bahwa Amr bin Sayyidah Ummu Salamah mengawinkan ibunya kepada Rasulullah, saat itu Amr masih kecil yang belum baligh. Orang yang sudah berstatus sebagai wakil ia tidak boleh berwakil kepada orang lain kecuali seizin dari muwakkil pertama atau karena terpaksa seperti pekerjaan yang diwakilkan terlalu benyak sehingga tidak dapat mengerjakannya sendiri maka boleh berwakil kepada orang lain. Si wakil tidak wajib untuk menanggung kerusakan barang yang diwakilkan kecuali disengaja atau cara di luar batas.
3)      Muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan), syaratnya:
(a)    Pekerjaan/urusan itu dapat diwakilkan atau digantikan oleh orang lain. Oleh karena itu, tidak sah untuk mewakilkan untuk mengerjakn ibadah seperti salat, puasa dan membaca al-Qur’an.
(b)   Pekerjaan itu dimiliki oleh muwakkil sewaktu akad Wakalah. Oleh karena itu, tidak sah berwakil menjual sesuatu yang belum dimilikinya.
(c)    Pekerjaan itu diketahui secara jelas. Maka tidak sah mewakilkan sesuatu yang masih samar seperti “aku jadikan engkau sebagai wakilku untuk mengawini salah satu anakku”.
(d)   Shigat:shigat hendaknya berupa lafal yang menunjukkan arti “mewakilkan” yang diiringi kerelaan dari muwakkil seperti “saya wakilkan atau serahkan pekerjaan ini kepada kamu untuk mengerjakan pekerjaan ini” kemudian diterima oleh wakil. Dalam shigat kabul si wakil tidak syaratkan artinya seandainya si wakil tidak mengucapkan kabul tetap dianggap sah.[5]
D.    Rukun Dan Syarat Kafalah
Ada beberapa rukun  dan syarat yang harus dipenuhi dalam transaksi kafalah:
1)      Kafiil, yang dimaksud adalah orang yang berkewajiban melakukan tanggungan. Orang yang bertindak sebagai kafiil disyaratkan adalah orang dewasa, berakal, berhak penuh untuk bertindak dalam urusan hartanya, dan rela dengan kafalah. Kafiil tidak boleh orang gila dan juga anak kevil sekalipun ia telah dapat membedakan sesuatu (tamyiz).
2)      Ashiil yaitu orang yang berhutang, yaitu orang yang ditanggung. Tidak disyaratkan baligh, berakal, kehadiran, dan kerelaannya dengan kafalah.
3)      Makful lahu yaitu orang yang memberi hutang (berpiutang). Disyaratkan diketahui dan dikenal oleh orang yang menjamin. Hal ini supaya lebih mudah dan disiplin.
4)      Makful bihi yaitu sesuatu yang dijamin berupa orang atau barang atau pekerjaan yang wajib dipenuhi oleh orang yang keadaannya ditanggung ashiil.
5)      Lafadz yaitu lafal yang menunjukkan arti menjamin.
Dijelaskan oleh Sayyid Sabiq bahwa kafalah dapat dinyatakan sah dengan menggunakan lafal sebagai berikut : “Aku menjamin si A sekarang “, “Aku tanggung atau aku jamin atau aku tanggulangi atau aku sebagai penanggung untukmu” atau “penjamin” atau “hakmu padaku” atau “aku berkewajiban”. Semua ucapan ini dapat dijadikan sebagai pernyataan kafalah.
Apabila lafadz kafalah telah dinyatakan maka hal itu mengikat kepada utang yang akan diselesaikan. Artinya, utang tersebut wajib dilunasi oleh kafiil secara kontan atau kredit. Jika utang itu harus dibayar kontan si kafiil dapat minta syarat penundaan dalam jangka waktu tertentu. Hal ini dibenarkan berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw menanggung sepuluh dinar yang diwajibkan membayarnya selama satu bulan, beliau melakukannya.[6]
E.     Aplikasi Wakalah Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Akad Wakalah dapat diaplikasikan ke dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang ekonomi, terutama dalam institusi keuangan:



a.       Transfer uang
Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan konsep akad Wakalah, dimana prosesnya diawali dengan adanya permintaan nasabah sebagai Al-Muwakkil terhadap bank sebagai Al-Wakil untuk melakukan perintah/permintaan kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain, kemudian bank mendebet rekening nasabah (Jika transfer dari rekening ke rekening), dan proses yang terakhir yaitu dimana bank mengkreditkan sejumlah dana kepada kepada rekening tujuan. Berikut adalah beberapa contoh proses dalam transfer uang ini
a)      Wesel Pos
Pada proses wesel pos, uang tunai diberikan secara langsung dari Al-Muwakkil kepada Al-Wakil, dan Al-Wakil memberikan uangnya secara langsung kepada nasabah yang dituju. Berikut adalah proses pentransferan uang dalam Wesel Pos.
b)      Transfer uang melalui cabang suatu bank
Dalam proses ini, Al-Muwakkil memberikan uangnya secara tunai kepada bank yang merupakan Al-Wakil, namun bank tidak memberikannya secara langsung kepada nasabah yang dikirim. Tetapi bank mengirimkannya kepada rekening nasabah yang dituju tersebut. Berikut adalah proses pentrasferan uang melalui cabang sebuah bank.
c)      Transfer melalui ATM
Kemudian ada juga proses transfer uang dimana pendelegasian untuk mengirimkan uang, tidak secara langsung uangnya diberikan dari Al-Muwakkil kepada bank sebagai Al-Wakil. Dalam model ini, Nasabah Al-Muwakkil meminta bank untuk mendebet rekening tabungannya, dan kemudian meminta bank untuk menambahkan di rekening nasabah yang dituju sebesar pengurangan pada rekeningnya sendiri. Yang sangat sering terjadi saat ini adalah proses yang ketiga ini, dimana nasabah bisa melakukan transfer sendiri melalui mesin ATM.[7]





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dari sekian banyak akad-akad yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia. Wakalah termasuk salah satu akad yang menurut kaidah Fiqh Muamalah, akad Wakalah dapat diterima. Pengertian Wakalah adalah sebuah transaksi dimana seseorang menunjuk orang lain untuk menggantikan dalam mengerjakan pekerjaannya/perkaranya ketika masih hidup.
Dalam akad Wakalah beberapa rukun dan syarat harus dipenuhi agar akad ini menjadi sah:
  1. Orang yang mewakilkan (Al-Muwakkil) 
  2. Orang yang diwakilkan. (Al-Wakil
  3. Obyek yang diwakilkan. 
  4. Shighat


DAFTAR PUSTAKA
Ghazaly Abdul Rahman, 2010,  Fiqih Muamalat, Jakarta: Kencana.
Hendi Suhendi, 2002,  Fiqh Muamalat, Jakarta: Raja Grafindo.
http://viewislam.wordpress.com/2009/04/16/konsep-akad-Wakalah-dalam-fiqh-muamalah/


[1]Abdul Rahman Ghazaly, Fiqih Muamalat, (Jakarta:Kencana,2010) hlm.187
[2]http://lispedia.blogspot.com/2010/12/fiqh-muamalah-wadiah-Wakalah-kafalah.html
[3]Abdul Rahman Ghazaly, op. cit.,  hlm:188
[4]http://telagafirdaus.blogspot.com/2009/12/fiqh-muamalah-Wakalah-kafalah.html
[5]Suhendi Hendi, Fiqh Muamalat, (Jakarta:Raja Grafindo,2002) hlm.234-235
[6]Ibid, hlm:206-207
[7]http://viewislam.wordpress.com/2009/04/16/konsep-akad-Wakalah-dalam-fiqh-muamalah/

1 komentar:

Laporan Keuangan Koperasi

  apa itu laporan keuangan ??? Laporan keuangan  sangat penting bagi koperasi. Laporan ini merupakan hal yang terkait dengan berjalannya k...