A.
Pengertian al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik (IMBT)
Secara bahasa, al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik memiliki
arti dengan memecah dua kata di dalamnya. Pertama adalah kata al-ijarah
yang berarti upah, yaitu suatu yang diberikan berupa upah terhadap pekerjaan.
Dan kata kedua adalah kata al-tamlik, secara bahasa memiliki makna yang
dapat menjadikan orang lain untuk memiliki sesuatu. Sedangkan menurut istilah, al-tamlik
bisa berupa kepemilikan terhadap benda, kepemilikan terhadap manfaat, bisa
dengan imbalan atau tidak. Jadi al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik
adalah perjanjian untuk memanfaatkan (sewa) barang antara bank dengan nasabah
dan pada akhir masa sewa, nasabah akan memiliki barang yang telah disewakannya.[1
]
Sedangkan didalam Fatwa MUI
(Majelis Ulama Indonesia) nomor : 27/DSN-MUI/III/2002, IMBT adalah perjanjian
sewa menyewa yang disertai dengan opsi pemindahan hak milik atas benda yang
disewa, kepada penyewa, setelah selesai masa aqad ijarah. [2]
Adapun di dalam Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (BAPEPAM dan LK) Nomor : PER. 04/BI/2007 dalam bab ketentuan umum IMBT
adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu
barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) antara
perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir)
disertai opsi pemindahan hak milik atas barang tersebut kepada penyewa setelah
selesai masa sewa.
Perpindahan kepemilikan suatu asset yang disewakan dari pemilik
kepada penyewa, dalam Ijarah Muntahia Bit tamlik dapat dilakukan jika
seluruh pembayaran sewa atas objek ijarah yang dialihkan telah
diselesaikan dan objek ijarah telah diserahkan kembali kepada pemberi
sewa. Kemudian untuk perpindahan kepemilikan akan dibuat akad baru, terpisah
dari akad ijarah sebelumnya.[3]
Adapun perpindahan kepemilikan dapat dilakukan melalui:
1.
Hibah
2.
Penjualan,
di mana harga harus disepakati oleh kedua belah pihak sebelum akad penjualan,
namun pelaksanaan penjualan dapat dilakukan:
-
Sebelum
akad berakhir,
-
Setelah
akad berakhir,
-
Penjualan
secara bertahap sesuai dengan janji
pemberi sewa.
3.
Jual
dan sewa kembali atau transaksi jual dan ijarah.
Jenis ijarah seperti ini terjadi di mana seseorang menjual
asetnya kepada pihak lain dan menyewa kembali asset tersebut.
Pilihan
untuk menghibahkan barang di akhir masa sewa biasanya diambil jika kemampuan
financial penyewa untuk membayar sewa relatif lebih besar. Karena sewa yang
dibayarkan relatif lebih besar, akumulasi sewa diakhir periode sewa sudah
mencukupi untuk menutup harga beli barang dan margin laba yang ditetapkan oleh
bank. Dengan demikian, bank dapat menghibahkan barang tersebut diakhir masa
periode sewa kepada pihak penyewa.[4]
Pilihan untuk
menjual barang diakhir sewa biasanya diambil jika kemampuan finansial penyewa
untuk membayar membayar sewa relatif kecil. Karena sewa yang dibayarkan relatif
kecil, akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir periode sewa
belum mencukupi harga beli barang tersebut dan margin laba yang ditetapkan oleh
bank. Karena itu, untuk menutupi kekurangan tersebut, jika pihak penyewa ingin
memiliki barang tersebut, ia harus membeli barang itu diakhir periode.
Akad pembiayaan IMBT ini
timbul dalam praktek perbankan karena adanya tuntutan kebutuhan yang semakin
berkembang dalam masyarakat, yang mana ternyata tidak diikuti dengan
peningkatan kondisi keuangan yang signifikan, sehingga tidak dapat mengimbangi
pemenuhan akan berbagai kebutuhan tersebut.[5]
B.
Dasar Hukum
1. Al-Qur’an
-
Q.S
Az-Zukhruf: 32
Artinya : “Apakah mereka
yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian
mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang
mereka kumpulkan.”
-
Q.S
Al-Kahfi: 94
Artinya:
“ mereka berkata: "Hai Dzulkarnain, Sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj itu
orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, Maka dapatkah Kami memberikan
sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara Kami dan
mereka?"
2.
Al-Hadits
-
HR.
‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abi Sa’id al-Khudri “Barang siapa
mempekerjakan pekerjaan, beritahukanlah upahnya”
C.
Rukun dan Ketentuan Syariah Ijarah
Rukun
Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik pada dasarnya sama dengan rukun Ijarah,
yaitu:
1. Rukun ijarah menurut Hanafiyyah adalah ijab dan qabul, yaitu
dengan lafal ijarah, isti’jar, iktiraa’ dan ikraa.[6]
2. Rukun ijarah menurut mayoritas ulam ada 4 macam, yaitu:
a.
Pelaku,
yang terdiri atas pemberi sewa dan penyewa.
b.
Objek
akad ijarah berupa: upah dan manfaat barang.
c.
Ijab
qabul/ serah terima.
Ketentuan syariah:
1.
Pelaku,
harus cakap hokum dan baligh.
2.
Objek
akad ijarah:
a.
Manfaat
barang adalah:
- Harus bias dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak
- Harus yang bersifat dibolehkan secara syari’ah
- Dapat dialihkan secara syari’ah
- Harus dikenali secara spesifik untuk menghilangkan ketidaktahuan
yang dapat menimbulkan sengketa
- Jangka waktu penggunaan manfaat ditentukan dengan jelas
b.
Sewa
dan upah yaitu sesuatu yang dijanjikan dan dibayar penyewa kepada pemberi sewa
sebagai pembayaran atas manfaat atas barang yang digunakannya.
- Harus jelas besarnya dan diketahui oleh para pihak yang berakad.
- Boleh dibayarkan dalam bentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang
serupa dengan objek akad.
- Bersifat fleksibel, maksudnya dapat berbeda untuk ukuran waktu,
tempat dan jarak.
c.
Ketentuan
syariah untuk ijarah muntahiyah bi al-tamlik
- Pihak yang melakukan Ijarah Muntahiyah bi al-Tamlik harus
melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan,
baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah berakhirnya
akad ijarah.
- Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad ijarah
adalah wa’ad, yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin
dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah
berakhirnya akad ijarah.
3.
Ijab
qabul
Pernyataan saling ridha di antara
pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.[7]
D.
Fatwa DSN Tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-tamlik
(IMBT)
Menimbang :
a.
Bahwa
dewasa ini dalam masyarakat telah umum dilakukan praktik sewa beli, yaitu
perjanjian sewa-menyewa yang disertai dengan opsi pemindahan hak milik atas
benda yang disewa, kepada penyewa, setelah selesai masa sewa.
b.
Bahwa
dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut, Lembaga Keuangan Syariah
(LKS) memerlukan akad sewa-beli yang sesuai dengan Syariah.
c.
Bahwa
oleh karena itu, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa
tentang sewa-beli yang sesuai dengan syariah, yaitu akad al-ijarah
al-muntahiyah bi al-tamlik atau al-ijarah wal al-iqtina untuk
dijadikan pedoman.
Mengingat :
1.
Firman
Allah dalam QS. Al-Maidah (5) ayat 1 yaitu :
“ Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu . . .”
2.
Hadits
Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf :
الصُّلْحُ
جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِيْنَ اِلَّا صَلْحًا حَرَمَ حَلَالًا أَوْ اَحَلَّ
حَرَامًا وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ إِلَّا شَرْطًا حَرَمَ حَلَالًا
أَوْ اَحَلَّ حَرَامًا (رواه الترمذي عن عمر بن عوف)
Artinya :
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali
perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan kaum
muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram.
3.
Kaidah
Fiqh
اَلأَ صْلُ فِي الْمُعَا مَلَا تِ الْإِ بَا حَةُ إِلًّا اَنْ يَدُلًّ
دَلِيْلٌ عَلَي تَحْرِيْمِهَا
Artinya :
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya.
Memperhatikan :
1.
Surat
dari Dewan Standar Akuntansi Keuangan No.2293/ DSAK/ IAI/ I/ 2002 tertanggal 17
Januari 2002 perihal permohonan fatwa.
2.
Pendapat
peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada Hari Kamis, tanggal 14
Muharram 1423 H/ 28 Maret 2002.[8]
Mengenai akad ini diatur dalam Fatwa DSN-MUI No.27/ DSN-MUI/ III/
2002 tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik (IMBT). Secara lengkap
mengenai al-Ijarah al-Mutahiyah bi al-Tamlik adalah sebagai berikut :
Pertama : Ketentuan Umum :
1.
Semua
rukun dan syarat yang berlaku dalam akad ijarah (Fatwa DSN nomor
09DSN-MUI/ IV/ 2000) berlaku pula dalam akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi
al-Tamlik.
2.
Perjanjian
untuk melakukan akad IMBT harus disepakati ketika akad ijarah
ditandatangani.
3.
Hak
dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.[9]
Kedua : Ketentuan tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik
1.
Pihak
yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus melaksanakan
akad ijarah erlebih dahulu, akad pemindahan kepemilikan, baik dengan
jual beli atau pembelian, hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah
selesai.
2.
Janji
pemindahan kepemilikan yang disepakati diawal akad ijarah adalah wa’d,
yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus
ada akan pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai.[10]
Ketiga :
1.
Jika
salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan
diantara para pihak,maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi
Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. [11]
2.
Fatwa
ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika dikemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan di sempurnakan sebagaimana
mestinya.[12]
Keterangan :
1.
Nasabah
memesan untuk menyewa barang kepada Bank.
2.
Bank
membeli dan membayar barang kepada Suplier.
3.
Suplier mengirim barang kepada Nasabah.
4.
Nasabah
membayar sewa kepada Bank.
5.
Masa
sewa diakhiri dengan Nasabah membeli barang tersebut.[13]
F.
Analisis
Al-ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik adalah akad sewa menyewa
barang antara pihak bank dengan nasabah yang diikuti janji bahwa pada saat yang
telah ditentukan, kepemilikan barang sewaan akan berpindah kepada nasabah.
Al-ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik atau financial lease pada umumnya lebih banyak
digunakankarena lebih sederhana dari sisi pembukuan dan lembaga keuangan
syariah tidak repot mengurus pemeliharaan asset, baik pada saat leasing maupun
sesudahnya. Selain itu, skim ini juga cukup menarik bagi bank, karena selama nilai
sewa belum lunas, maka hak kepemilikan masih berada di pihak bank dan bukan
ditangan nasabah.
Al-ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik merupakan produk layanan pembiayaan bank syariah yang diperbolehkan
dengan dasar hokum sebagai berikut:
1.
Al-Qur’an
Firman Allah
SWT dalam QS. Az-Zukhruf: 32
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami
telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu
lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
2.
Al-Hadits
HR. ‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah
dan Abi Sa’id al-Khudri “Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah
upahnya”
3.
Kaidah
Fiqh
Kaidah fiqh yang dikutip merujuk
kepada prinsip bahwa semua muamalah itu pada dasarnya boleh, kecuali ada dalil
yang mengharamkannya. Dengan demikian, akad ijarah adalah akad yang boleh
karena tidak bertentangan dengan ketentuan syariah yang manapun, seperti tidak
mengandung gharar, dharar, maysir, riba, dan lain-lain. Disamping itu, muamalah
yang dilakukan dapat mendatangkan mashlahat, maka hal itu sah adanya dengan
catatan tidak bertentangan dengan ketentuan syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Adiwarman, A.
karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2008.
Ali, Zainuddin, Hukum Perbankan Syariah. Jakarta : Sinar
Grafika, 2008.
Anshori, Abdul Ghofur, Payung
Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta : UII Perss, 2007.
Anshori,
Abdul Ghofur, Aspek Hukum Reksa Dana Syariah di Indonesia. Bandung : PT.
Refika Aditama, 2008.
Antonio, Muhammad Syafi’I, Bank Syariah dari Teori ke Praktik.
Jakarta : Gema Insani Press, 2001.
Az-Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam
wa adilatuhu jilid 5, Jakarta: Gema Insani, 2011.
Burhanuddin, Hukum Perbankan
Syariah di Indonesia Yogyakarta : UII Press, 2008.
Fauzan, Muhammad, Kompilasi hukum
Ekonomi Syariah. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009.
Nurhayati, Sri, dan Wasilah, Akuntansi
Syariah di Indonesi. Jakarta: Salemba empat, 2009.
Artikel:
http
://www.bprsvitkacentral.com/main/index.php/kebijakan/fatwa.dsn/90-27dsn-muiii
2002-al-ijarah-al-muntahiyah-bi-al-tamlik.
[1] http://nonkshe.wordpress.com/2010/12/09/pembiayaan-ijarah-muntahiyah-bi-tamlik-imbt-berbasis-dinar/ diakses Selasa, 7 Mei 2013, jam 17.00 Wita
[2]
Muhammad Syafi’I Antonio, Op. Cit., hal : 118
[3]
Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta:
Salemba empat, 2009), hal. 218-219
[4] Adiwarman, A. Karim, Bank islam: Analisis
Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hal.
156
[5] http
://www.bprsvitkacentral.com/main/index.php/kebijakan/fatwa.dsn/90-27dsn-muiii
2002-al-ijarah-al-muntahiyah-bi-al-tamlik diakses Senin, 6 Mei 2013, jam 07.00
Wita.
[6]
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam wa adilatuhu jilid 5, (Jakarta: Gema
Insani, 2011), hal. 387
[7]
Sri Nurhayati dan Wasilah, Op.cit., hal.220-222
[8]
Abdul Ghofur Anshori, Payung Hukum Perbankan Syariah di Indonesia
(Yogyakarta : UII Perss, 2007), hal. 145
[10]
H. Muhammad Fauzan, Kompilasi hukum Ekonomi Syariah (Jakarta : Kencana
Prenada Media Group, 2009), hal. 93
[11]
H. Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah (Jakarta : Sinar Grafika,
2008), hal. 256
[12]
Abdul Ghofur Anshori, Aspek Hukum Reksa Dana Syariah di Indonesia (
Bandung : PT. Refika Aditama, 2008 ), hal. 27
[13] Burhanuddin, Hukum Perbankan Syariah di
Indonesia (Yogyakarta : UII Press, 2008), hal. 273
Tidak ada komentar:
Posting Komentar