Oleh : Irhami
I.
Pendahuluan
“Seandainya dia (Muhammad) membuat sebagian
perkataan atas (nama) kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan
kanannya, kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya, maka
sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (QS al-Haqqah [69]: 44-7).
Al-Qur’an diturunkan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW. Secara historis, ia tidak diturunkan 30 juz sekaligus, tetapi
diturunkan selama 22 tahun 2 bulan dan 22 hari. Walaupunmasa turunnya wahyu
sudah selesai dan al-Qur’an tidak mungkin lagi bertambah ayatnya, namun ia
tidak akan pernah lekang dimakan oleh zaman.
Tidak dapat disangkal oleh siapapun yang
memiliki objektivitas bahwa kitab suci al-Qur`an memiliki
keistimewaan-keistimewaan. Keistimewaan tersebut diakui oleh kawan dan lawan
sejak dahulu hingga kini.
Bahkan yang tidak mempercayainya sebagai firman
Allah pun sejak masa Nabi Muhammad SAW mengakui keistimewaannya, tetapi mereka
tidak tahu persis apa yang harus mereka katakan tentang al-Qur`an setelah
mereka enggan mengakuinya sebagai firman Allah.
Sihir?Syair?Perdukunan?Bermacam-macam pendapat yang kesemuanya mengingkarinya
sebagai wahyu namun menyadari keistimewaannya. Kita sadar bahwa kemunculan
al-Qur`an di tengah-tengah masyarakat Arab pada lima belas abad yang lalu,
telah menimbulkan pengaruh yang sedemikian besar dalam kehidupan umat manusia
hingga kini.
Dalam kesempatan kali ini penulis akan
menyajikan pendapat inteletualis, orientalis dan juga pendapat para ulama
terhadap status al-Qur`an dalam ruang lingkup budaya Arab saat kemunculannya
yang pertama sampai menyebar keseluruh dunia hingga sekarang.
Penulis menyadari bahwa tulisan pendek ini
tidak akan mampu menjabarkan dengan sempurna tentang pemikiran dan pendapat
para intelektual dan ulama tersebut, semoga tulisan ini bermanfaat dan menjadi
batu loncatan untuk lebih mendalami tentang tema yang penulis angkat.
II.
Pembahasan
A. Al-Qur`an Sebagai Produk Budaya
Sebagaimana diketahui bersama,perbincangan
mengenai al-Qur’an tidak pernah habis, terutama ketika dikaitkan dengan
permasalahan hidup.Keunikan al-Qur’an inilah yang membuat para pecinta
kesesatan dan kebatilan mengerahkan segala usahanya demi memuaskan nafsunya
untuk mengotak-atik, merekonstruksi, dan mendekonstruksi segala hal yang sebenarnya
bukan persoalan yang layak untuk diperdebatkan.Orang-orang seperti itu bukan
berasal dari kalangan orientalis Barat dan non Muslim saja, tetapi banyak juga
dari kalangan umat Islam.
Di zaman yang serba modern ini, banyak sekali
karya-karya edisi kritis terhadap al-Qur’an bermunculan. Konon “katanya”
karya-karya tersebut bersifat “objektif”, “modern”, dan mampu membuat umat
Islam terbebas dari kejumudan. Namun sebaliknya, upaya demikian ternyata tidak
bisa memberikan pencerahan terhadap umat Islam, tetapi justru membawa umat
Islam jatuh ke jurang kekufuran, kekeliruan, dan kesesatan.Akibatnya,
otentisitas al-Qur’an diragukan.Sendi-sendi agama pun akhirnya runtuh.[1]
Di antara pemikir modernis terdepan yang
berusaha untuk mendekonstruksi al-Qur’an adalah Nasr Hamid Abu
Zayd.Pemikirannya menjadi idola sehingga dijadikan referensi para aktivis Islam
Liberal—baik dari kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dosen, maupun
mahasiswa.
Abu Zayd dilahirkan di Desa Qahafah dekat kota
Thantha Mesir pada 10 Juli 1943. Ia menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah
di Thantha. Setelah lulus dari Sekolah Teknik di Thantha pada tahun 1960, dia
bekerja sebagai seorang teknisi elektronik pada Organisasi Komunikasi Nasional
di Kairo sampai tahun 1972. Pada tahun 1968 ia meneruskan studinya di Jurusan
Bahasa dan sastra Arab di Universitas Kairo. Dia masuk kuliah pada malam hari
dan siangnya dia tetap bekerja.Kemudian studinya diselesaikan pada 1972 dengan
predikat cum laude. Pada tahun 1975 ia mendapat beasiswa dari Ford
Foundation untuk melakukan studi selama dua tahun di American University di
Kairo. Dua tahun kemudian dia meraih gelar MA dari Jurusan Bahasa dan Sastra
Arab Universitas Kairo dengan predikat cum laude dengan tesis yang
berjudul, “Rasionalisme dalam Tafsir: Sebuah Studi tentang Problem Metafor
Menurut Mu‘tazilah”. Pada tahun 1981, ia juga meraih gelar PhD dalam studi
Islam dan Bahasa Arab dari Jurusan yang sama dengan predikat cum laude
dengan disertasi yang berjudul, “Filsafat Ta’wil: Studi Hermeneutika al-Qur’an
menurut Muhyiddin ibn ‘Arabi” Nasr Hamid Abu Zayd kemudian hari divonis Murtad oleh Mahkamah Agung Mesir tahun
1996.[2]
Abu Zayd berpendapat bahwa hakikat teks
al-Qur’an adalah produk budaya, teks manusiawi, teks historis, dan teks
linguistik.Terma-terma ini didasari atas kenyataan bahwa teks muncul dalam
sebuah struktur budaya tertentu, sehingga ditulis kepada aturan-aturan budaya
tersebut, di mana bahasa merupakan sistem pemaknaannya yang sentral. Teks
al-Qur’an tegasnya bersifat ilahiyah, namun ia menjadi sebuah konsep yang
relatif dan berubah ketika ia dilihat dari perspektif manusia; ia menjadi teks
manusiawi.[3]
Sebenarnya bualan Abu Zayd Nashr Hamid tidaklah
baru sama sekali. Para orientalis sudah lama berusaha menolak otensitas
alqur’an sebagai wahyu Allah SWT. Jika dulu mereka menyatakan bahwa Alqur’an
karangan Muhammad maka beberapa orientalis sekarang ini seperti Montgomery watt
dan WC smith membual Alqur’an adalah Kalam Tuhan dansekaligus kata-kata
muhammad.
B. Al-Quran Sebagai Kalamullah
Menyikapi pernyataan Abu Zayd di atas,
kita harus bertanya, adakah di antara para ulama mu’tabar (klasik
ataupun kontemporer) yang memiliki pemahaman sama seperti Abu Zayd.
Ulama tersebut penting untuk dijadikan rujukan,
sebab mereka memiliki kepakaran dan otoritas keilmuwan.Karya-karya besar dan
berjilid-jilid yang ditulis oleh mereka menjadi bukti tentang hal tersebut.Mari
kita lihat bagaimana mereka memahami al-Qur’an.
Al-Qur’an dalam pandangan Syeikh Muhammad
Rasyid Ridha adalah kalamullah yang diturunkan berbahasa Arab kepada Nabi SAW.Sedangkan
Imam al-Jurjani memiliki pandangan bahwa al-Qur’an adalah kalamullah yang
diturunkan kepada Nabi SAW, termaktub di dalam mushaf dan sampai kepada kita
melalui periwayatan yang mutawatir[4]
Imam al-Zurqani berpendapat bahwa al-Qur’an
adalah kalamullah, dan kalamullah berbeda dengan kalam manusia.Al-Nasafi
mendefinisikan al-Qur’an sebagai kalamullah bukan makhluq (sesuatu yang
diciptakan), yang dapat dibaca dengan lisan, dihafal (terpelihara) di dalam dada,
dan tertulis dalam mushaf.[5]
Imam al-Zarkasyi mendefinisikan al-Qur’an
sebagai wahyu yang diturunkan kepada Nabi SAW untuk dijelaskan pesan-pesannya
dan dijadikan mu‘jizat.[6]
Adapun al-Qur’an dalam pandangan Ali Shabuni
adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi SAW untuk membenarkan berita yang
dibawa oleh Nabi SAW, dan adil atas apa yang telah ditentukan dan diputuskan.[7]
Begitu juga dengan Syaikh Yusuf al-Qaradhawi
yang mendefinisikan al-Qur’an sebagai kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad SAW, yang dihafal di dalam dada, yang dapat dibaca dengan lisan,
ditulis dalam mushaf yang dilingkari dengan kemuliaan yang tidak ada kebatilan,
baik di awalnya maupun di akhirnya, diturunkan dari Yang Maha Bijaksana lagi
Maha Terpuji.
Pandangan para ulama di atas, baik klasik
maupun kontemporer, sebenarnya satu dan memiliki tujuan yang sama. Domain
al-Qur’an menurut mereka tidak terlepas dari kalamullah yang diturunkan kepada
Nabi SAW dan berbahasa Arab.Kita dapat mengambil kesimpulan bahwa tidak ada
satu pun di antara mereka yang mendefinisikan al-Qur’an bukan pada tempatnya,
terutama memandangnya sebagai teks manusia atau pun hasil produk budaya.
Siapa pun yang ingin berinteraksi dengan
al-Qur’an, ada rambu yang telah ditetapkan oleh para ulama dan harus ditaati
bersama: pertama, senantiasa memposisikan al-Qur’an sebagai kalamullah
yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang sampai kepada kita melalui
periwayatan yang mutawatir. Kedua, senantiasa memposisikan al-Qur’an
yang diturunkan dalam bahasa Arab Jika ada orang yang melanggar kedua rambu
tersebut, kajiannya dapat dikategorikan menyimpang dan diragukan keilmiahannya.[8]
C. Bukti Bahwa Al-Quran Kalamullah dan Bukan
Produk Budaya
1. Pemberitaan
Gaib
Al-Qur`an
mengungkap sekian banyak hal gaib. Al-Qur`an mengungkap kejadian masa lampau
yang tidak diketahui lagi oleh manusia karena masanya telah demikian lama
Sebagaimana diketahui, hampir sepertiga isi al-Qur`an memaparkan tentang kisah
kejadia masa lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan
atau jejak setiap ummat. Al-Qur`an menceritakan semua keadaan mereka dengan
gaya bahasa yang sangat menarik dan mempersona.[9]
Sebagai
mukmin sejati, kita mengimani bahwa al-Qur`an adalah kalamullah atau perkataan
Allah.Apa yang disebutkan dari kisah-kisah itu semuanya adalah benar dan
mengandung fakta sejarah. Ia bukanlah dongen atau khayalan yang dipaksakan agar
memikat para pembaca dan pendengarnya.
Peristiwa
gaib masa lampau yang diungkapkan oleh al-Qur`an misalnya adalah peristiwa
tenggalamnya Fir`aun dan diselamtkannya badannya. Atau peristiwa ashabul kahfi
yaitu sekelompok pemuda yang bersembunyi di gua dan tertidur selama tiga ratus
tahun lebih.
Dalam
Al-Quran ditemukan sekitar tiga puluh kali Allah SWT menguraikan kisah Musa dan
Fir`aun, suatu kisah yang tidak dikenal masyarakat Arab waktu itu kecuali umaat
Yahudi melalui Kitab Perjanjian Lama. Tetapi satu hal yang menakjubkan adalah
bahwa Nabi Muhammad melalui Al-Quran telah mengungkapkan suatu perincian yang
tidak diungkap oleh satu kitab pun sebelumnya, bahkan tidak diketahui kecuali
oleh orang yang hidup pada masa terjadinya peristiwa tersebut yaitu pada abad
kedua belas SM atau sekitar 3.200 tahun yang lalu.
Allah
berfirman :
Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi
laut, lalu mereka diikuti oleh Fir'aun dan bala tentaranya, karena hendak
Menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir'aun itu telah hampir
tenggelam berkatalah dia: "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan
Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya Termasuk orang-orang yang
berserah diri (kepada Allah)". Apakah sekarang (baru kamu percaya),
Padahal Sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu Termasuk
orang-orang yang berbuat kerusakan.Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu
supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan
Sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami.(QS
Yunus [10]: 90-92).
Memang
orang mengetahui bahwa Fir`aun tenggelam dilaut merah ketika mengejaar Nabi
Musa dan kaumnya tetapi menyangkut keselamatan badannya dan menjadi pelajaran
bagi yang hidup dan generasi yang sesudahnya merupakan sasuatu yang tidak
diketahui oleh siapapun pada masa Nabi Muhammad SAW bahkan tidak disinggung
oleh Kitab Perjanjian Lama dan Baru.
Namun
pada 1896 purbakalawan Loret menemukan jenazah tokoh tersebut dalam bentuk mumi
di Wadi al-Muluk (lembah para raja) yang berada didaerah Thaba, Luxor
diseberang sungai Nil, Mesir.Kemudian pada 8 Juli 1907, Eliot Smith membuka
pembalut-pembalut tersebut ternyata badan Fir`aun tersebut masih dalam keadaan
utuh.
Pada
Juni 1975 ahli bedah Prancis Maurice Bucaille mendapat izin untuk melakukan
penelitian lebih lanjut tentang mumi tersebut dan menemukan bukti bahwa Fir`aun
meninggal dilaut dari bekas-bekas garam yang memenuhi sekujur tubuhnya.
Bucaille akhirnya berkesimpulan
Alangkah agungnya contoh yang diberikan
Al-Qur`an tentang tubuh Fir`aun yang sekarang berada diruang mumi museum Mesir
di Kota Kairo.
Selain
berita tentang masa lalu Al-Qur`an juga mengungkap peristiwa masa datang yang
belum diketahui manusia seperti adanya berita kemenangan Romawi setelah
kekalahannya.
Firman Allah :
Alif laam Miim, telah dikalahkan bangsa Rumawi,
di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang. dalam
beberapa tahun lagi. bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang).
dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang
beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendakiNya.dan
Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang.(QS ar-Rum [30]: 1-5).
Bangsa
Rumawi adalah satu bangsa yang beragama Nasrani yang mempunyai kitab suci
sedang bangsa Persia adalah beragama Majusi, menyembah api dan berhala
(musyrik). kedua bangsa itu saling perang memerangi. ketika tersiar berita
kekalahan bangsa Rumawi oleh bangsa Persia, Maka kaum musyrik Mekah
menyambutnya dengan gembira karena berpihak kepada orang musyrikin Persia.
sedang kaum muslimin berduka cita karenanya. kemudian turunlah ayat ini dan
ayat yang berikutnya menerangkan bahwa bangsa Rumawi sesudah kalah itu akan
mendapat kemenangan dalam masa beberapa tahun saja. hal itu benar-benar
terjadi. beberapa tahun sesudah itu menanglah bangsa Rumawi dan kalahlah bangsa
Persia. dengan kejadian yang demikian nyatalah kebenaran Nabi Muhammad s.a.w.
sebagai Nabi dan Rasul dan kebenaran Al Quran sebagai firman Allah.
2. Isyarat
Ilmiah
Al-Qur`an berbicara panjang lebar tentang
manusia dan salah satu yang diuraikannya adalah persoalan reproduksi manusia,
serta tahap-tahap yang dilaluinya hingga tercipta sebagai manusia ciptaan tuhan
yang lain dari yang lain. Firman Allah antara lain :
Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan
begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?. Bukankah Dia dahulu setetes mani yang
ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu
Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya, lalu Allah menjadikan daripadanya
sepasang: laki-laki dan perempuan.(QS al-Qiyamah [75]: 36-39).
Ayat
al-Qiyamah tersebut secara tegas menyatakan bahwa nutfah merupakan bagian kecil
dari mani yang dituangkan kedalam Rahim. Kata nutfah dalam bahasa Al-Qur`an
adalah setetess yang dapat membasahi. Informasi Al-Qur`an tersebut sejalan
dengan penemuan ilmiah pada abad kedua puluh ini yang menginformasikan bahwa
pancaran mani yang menyembur dari alat kelamin pria mengandung sekitar dua
ratus juta benih manusia, sedangkan yang berhasil bertemu dengan ovum hanya
satu, itulah yang dimaksud Al-Qur`an dengan nutfah dari mani yang memancar.
Selain
penciptaan manusia Al-Qur`an juga seringkali menceritakan tentang ihwal
kejadian alam semesta antara lain melalui firman-Nya :
dan Apakah orang-orang yang kafir tidak
mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang
padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala
sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?(QS
al-Anbiya [21]: 30).
Apa yang
dikemukakan al-Qur`an tersebut kemudian dibuktikan dengan observasi Edwin P
Hubble melalui teropong bintang raksasa pada tahun 1929 yang menunjukkan adanya
pemuaian alam semesta yang berarti alam semesta berekspansi yang mana hal ini
juga sejalan dengan firman Allah yang berbunyi :
dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan
(Kami) dan Sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya(QS adz-Zariyat
[51]: 47).
Ekspansi
itu menurut fisikawan Rusia George Gamow melahirkan sekitar seratus miliyar
galaksi yang masing-masing rata-rata memiliki 100 miliar bintang.Tetapi
sebelumnya apabila ditarik kebelakang, kesemuanya merupakan satu gumpalan yang
terdiri dari neutron.Gumpalan itulah yang meledak dan dikenal dengan istilah
Big Bang.[10]
Ayat
tentang perluasan alam semesta tersebut juga terbukti kebenarannya dengan
ditemukannya bukti perluasan galaksi oleh Edwin P Hubble tadi, walaupun pada
awalnya penemuan tersebut dianggap sebagai suatu kesalahan tetapi lama kelamaan
ia diterima oleh ilmuan sehingga mereka menyatakan adanya apa yang dinamai
dengan The Expanding Universe.[11]
Itulah
yang kiranya di perintahkan Allah untuk diperhatikan dalam surah Al-Ghasyiah :Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta
bagaimana Dia diciptakan, dan langit, bagaimana ia ditinggikan?(QS
al-Ghasyiyah [88]: 17-18).
3. Aspek
Kebahasaan
Sebenarnya orang –orang Arab yang hidup pada
masa turunnya Al-Qur`an adalah masyarakat yang paling mengetahui keunikan dan
keistimewaan Al-Qur`an serta ketidakmampuan manusia untuk menyusun semacamnya.
Tetapi, sebagian mereka tidak dapat menerima Al-Qur`an karena pesan yang
dikandungnya merupakan sesuatu yang baru.
Sebelum seseorang terpesona dengan keunikan
atau kemukjizatan pesan kandungan al-Qur`an terlebih dahulu dia akan terpukau
dengan susunan kata dan kalimatnya
antara lain dari nada dan langgamnya walaupun bukan syair atau puisi, terasa
dan terdengar mempunyai keunikan dalam irama dan ritme.
Hal ini disebabkan oleh huruf dari kata kata
yang dipilih melahirkan keserasian bunyi dan kemudian kumpulan kata itu
melahirkan pula keserasian irama dalam rangkaian kalimat ayat-ayatnya. Misalnya
surat An-Naziat.
Al-Qur`an juga mampu memuaskan para pemikir
dan orang kebanyakan jika membaca suatu
artikel anda boleh jadi menilainya sangat dangkal sehingga sangat sesuai dengan
selere pemikir dan ilmuan. Boleh jadi juga sebaliknya sehingga ia tidak dapat
dikonsumsi oleh orang kebanyakan.
Al-Qur`an tidak demikian bisa jadi seorang awam
akan merasa puas dan memahami ayat-ayat Al-Qur`an sesuai dengan
keterbatasannya. Tetapi ayat yang sama dapat dipahami dengan luas oleh filosof
dalam pengertian baru yang tidak terjangkau oleh orang kebanyakan. Sebagaimana
firman Allah :
dan ia
membuat perumpamaan bagi kami; dan Dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata:
"Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur
luluh?" Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang
menciptakannya kali yang pertama. dan Dia Maha mengetahui tentang segala
makhluk.Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, Maka
tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu". dan tidaklah Tuhan yang
menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu?
benar, Dia berkuasa. dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha mengetahui.
Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata
kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia.(QS
Yaasin [36]: 78-82).
Selain itu, Jika Alqur’an teks bahasa arab
biasa maka logikanya, Rasulullah SAW ahli di bidang tulisan dan bacaan, yang
karena keahliannya itu bisa membawa perubahan sangat mendasar pada masyarakat
Arab waktu itu. Padahal Rasulullah SAW itu ummi.[12]
III.
Kesimpulan
Sepanjang sejarah manusia, berbagai usaha yang
mencoba untuk meragukan al-Qur’an sebagai kalamullah tidak pernah
membuahkan hasil.Allah telah menyatakan, “Itulah al-Kitab (al-Qur’an), tidak
ada keraguan di dalamnya.” (QS al-Baqarah [2]: 2).
Jika Alqur’an menjadi produk budaya ketika
wahyu selesai, maka dalam rentang waktu wahyu pertama turun hingga wahyu
selesai,Alqur’an berada dalam keadaan pasif karena ia produk budaya Arab
jahiliyah. Namun, ini pendapat salah, karena ketika diturunkan secara gradual, Alqur’an
ditentang dan menentang budaya Arab Jahiliyah saat itu.Jadi, Alqur’an bukanlah produk budaya,Alqur’an justru membawa
budaya baru dengan mengubah budaya yang ada.Ia produsen budaya.
Jadi
sekalipun Alqur’an disampaikan oleh Rasulullah SAW pada ummatnya pada abad ke-7
masehi, namun ini tidak serta merta mengindikasikan bahwa Aslqur’an terbentuk
dalam situasi dan budaya yang ada pada abad ke-7 masehi.Alqur’an melampaui
historitasnya sendiri karena Alqur’an dan ajarannya adalah trans-historis.Kebenarannya adalah sepanjang zaman.
Mari kita memahami,mengkaji dan mengamalkan Islam secara kaffah sesuai
dengan pemahaman yang shahih dari Al-qur’an dan Al-hadits.
[1]Mahmud
Asy-Syafrowi, Inilah Bukti Kebenaran Al-Qur`an, (Yogyakarta, Mutiara
Media, 2011), Hal, 24.
[2]Moch Nur
Ichwan, Meretas Kesarjanaan Kritis al-Qur’an, (Bandung, Mizan Pustaka, 2003),
hal.15-26.
[3]Nasr Hamid Abu
Zaid, Menalar Firman Tuhan; Wacana Majaz Dalam Al-Qur`an Menurut Mu`tazilah,
(Bandung, Mizan Pustaka, 2003), Hal 78.
[4]Muhammad Rasyid
Ridha, Tafsir Al-Qur`an Al-Karim 12, (Kairo, Dar Al-Fikr,Tanpa Tahun), Hal 12.
[5]Al-Zurqani, Manahil
al-‘Irfan fi ‘Ulum al-Qur’an, (Kairo, Dar Al-Fikr, 1998), v.1, Hal.
28.
[6]Al-Zarkasyi,
al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an,(Kairo, Dar Al- Fikr 1957),v.1, Hal. 318.
[7]Ali Shabuni, Shafwat
al-Tafasir, (Kairo, Dar Al- Fikr) v.1, Hal. 273.
[8]Agus Purwanto, Ayat-ayat
Semesta; Sisi Al-Qur`an yang Terlupakan, ( Bandung, Mizan Pustaka, 2010),
Hal 220.
[9]Quraish Syihab,
Mukjizat Al-Qur`an, (Bandung, Mizan Pustaka, 2008), Hal. 201.
[10]Agus Haryo
Sudarmojo, Menyibak Rahasia Sains Bumi Dalam Al-Qur`an, (Bandung, Mizan
Pustaka, 2009), Hal 65.
[11] Dale F
Eickelman, Al-Qur`an Sains dan Ilmu Modern, (Yogyakarta, Eksis Offset,
2010), Hal 59.
[12]Nasarudin Umar,
Tafsir Sosial, Mendialogkan Teks Dengan Konteks, (Yogyakarta, eLSAQ Press,
2005), Hal 75.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar